Presiden Rusia Vladimir Putin memantau langsung latihan perang nuklir yang disebut operasi 'Grom' atau operasi petir.
Pada Rabu (26/10), Rusia melatih respons terhadap serangan nuklir dalam latihan yang melibatkan kapal selam nuklir, pembom strategis dan rudal balistik di tengah panasnya tensi atas tuduhan 'bom kotor' yang dibuatnya terhadap Ukraina.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Melansir Reuters, latihan itu menggunakan uji peluncuran guna menempatkan pasukan nuklir Rusia unjuk kekuatan yang dirancang untuk mencegah dan mengintimidasi musuh.
Para pejabat Rusia mengatakan uji peluncuran rudal balistik berkemampuan nuklir dan rudal jelajah telah berhasil dilakukan.
Mengutip kantor berita RIA, Putin menyatakan potensi konflik di kawasan maupun dunia tetap tinggi.
Sehari sebelumnya, militer Amerika Serikat (AS) mengaku pihaknya telah menerima pemberitahuan Rusia terkait niat untuk melakukan latihan itu.
Tepatnya ketika NATO tengah melatih penggunaan bom nuklir AS yang berbasis di Eropa dalam latihan perang tahunan 'Steadfast Noon'.
Diberitakan, latihan Rusia ini memunculkan tantangan potensial bagi AS dan sekutunya. Pasalnya, Putin terus melontarkan ancaman bakal menggunakan senjata nuklir demi membela wilayah Ukraina yang diambil Rusia apabila benar-benar diperlukan.
Tak hanya itu, Rusia juga menuduh Ukraina tengah bersiap menggunakan 'bom kotor' di wilayahnya sendiri di depan Dewan Keamanan PBB. Namun, tuduhan tersebut ditolak mentah-mentah oleh pihak Barat dan Ukraina.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy menyebut tuduhan penggunaan 'bom kotor' itu menunjukkan niat Rusia merencanakan serangan dengan bahan peledak serupa hingga senjata nuklir "taktis" dengan risiko kerusakan lebih rendah dari nuklir biasanya.
Selain itu, Presiden AS Joe Biden juga telah mewanti-wanti Rusia tentang penggunaan senjata semacam itu bakal menjadi 'kesalahan yang sangat serius'.
'Bom kotor' adalah peledak yang mengandung bahan radioaktif seperti Uranium. Bahan Radioaktif itu menyebar ke udara usai bom meledak.
Bahan-bahan untuk membuat bom ini dapat berasal dari material medis di rumah sakit, pembangkit listrik tenaga nuklir, atau laboratorium penelitian, seperti dikutip AFP. Dampak ledakannya disebut tetap mematikan walaupun bahan bom relatif mudah didapatkan.
(pop/bac)