Namun di sisi lain, MbS juga menangkap ulama yang mengkritik kebijakannya.
Terlepas dari itu, bagaimana citra Saudi di era MbS?
Pengamat hubungan internasional dari Universitas Muhammadiyah Riau, Fahmi Salsabila, menyoroti kondisi wahabi di Saudi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dengan adanya ulama yang ditangkap, berarti kondisi [Wahabisme di Saudi] pelan-pelan terjadi sedikit pergeseran," kata dia saat dihubungi CNNIndonesia.com, Jumat (28/10) malam.
Fahmi juga menerangkan, MbS tak punya tujuan menghapus citra Saudi yang lekat dengan wahabi. Sejauh ini, gebrakan dia untuk meningkatkan investasi dan melepas ketergantungan minyak.
Senada, pakar hubungan internasional dari Universitas Indonesia, Sya'roni Rofii, mengatakan MbS fokus terhadap pandangan internasional dan tak berniat memberangus wahabi.
"MbS tidak akan meninggalkan wahabi, namun berupaya untuk membersihkan anasir-anasir ekstrimisme di Saudi dengan harapan citra internasional Saudi menjadi aktor moderat," ujar Sya'roni.
Nantinya, peran tersebut akan membuat Saudi menjadi mitra komunitas internasional dalam isu-isu global kontemporer.
Sya'roni meyakini wahabi memang tak terpisahkan dari sejarah Kerajaan Saudi. Sebagaimana mazhab, paham ini diakomodir negara.
"Tentu saja, MBS ingin memastikan bahwa semua kelompok keagamaan di Saudi berada di bawah kendali dan pengawasan kerajaan," ucap dia.
Kebijakan MbS selama lima tahun terakhir merefleksikan Saudi sebagai negara moderat di masa depan. Ia juga dipandang sebagai salah satu aktor yang membatasi kekuasaan ulama soal urusan negara.
Sementara itu, terkait sederet ulama ternama yang ditangkap pihak berwenang Saudi, Sya'roni menilai kerajaan memang tak bisa menerima kritik.
"Targetnya bukan kepada ajaran Wahabi dan ulama Wahabi. Keluarga kerajaan sekalipun bisa ditangkap ketika dianggap berseberangan dengan kebijakan MbS," ujar dia.
(isa/bac)