Jakarta, CNN Indonesia --
Arab Saudi identik dengan wahabi, yang dikenal tradisional dan konservatif.
Namun, negara ini menuju terbuka di bawah kendali Putra Mahkota Mohammed bin Salman (MbS).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lalu, bagaimana nasib paham wahabi saat ini di Saudi?
Wahabi merupakan pemikiran Islam yang berpegang teguh pada purifikasi atau pemulihan Islam ke bentuk asli sesuai teks Alquran dan Hadis.
Paham ini tak lepas dari citra Saudi lantaran pendiri wahabi, Muhammad bin Abdul Wahhab, berkontribusi terhadap pembangunan negara di masa awal.
Dalam ceramahnya, Abdul Wahhab kerap menyampaikan ide yang dianggap radikal terkait reformasi yang konservatif berdasarkan aturan moral yang ketat.
[Gambas:Video CNN]
Di wilayah Diriyah atau yang kini disebut Riyadh, Abdul Wahhab dan salah satu temannya, Muhammad bin Saud, kemudian merealisasikan gagasan pemurnian Islam.
Dalam semangat ini, Saud juga mendirikan Negara Saudi Pertama yang kini menjadi Arab Saudi, di bawah bimbingan Abdul Wahhab, yang bertanggung jawab atas urusan agama.
Beberapa wujud ajaran wahabi yakni "merumahkan perempuan" dan menganggap suara mereka sebagai aurat.
Selain itu, perempuan harus tunduk pada laki-laki yang dianggap lebih berkuasa.
Usai Abdul Wahhab meninggal, keturunan dia tetap memiliki tanggung jawab urusan agama di Saudi.
Di era MbS, muncul sejumlah gebrakan termasuk soal pelonggaran kebijakan terhadap perempuan.
Beberapa di antaranya, perempuan boleh bepergian tanpa wali, boleh menyetir mobil, boleh tinggal sendiri, dan mengizinkan laki-laki dan perempuan bercampur di ruang publik.
Selain itu, Saudi juga sudah mengizinkan konser, dan festival. Pada 2023 mendatang, girl band ternama asal Korea Selatan, Blackpink, bahkan kal konser di Riyadh.
Lanjut baca di halaman berikutnya...
Namun di sisi lain, MbS juga menangkap ulama yang mengkritik kebijakannya.
Terlepas dari itu, bagaimana citra Saudi di era MbS?
Pengamat hubungan internasional dari Universitas Muhammadiyah Riau, Fahmi Salsabila, menyoroti kondisi wahabi di Saudi.
"Dengan adanya ulama yang ditangkap, berarti kondisi [Wahabisme di Saudi] pelan-pelan terjadi sedikit pergeseran," kata dia saat dihubungi CNNIndonesia.com, Jumat (28/10) malam.
Fahmi juga menerangkan, MbS tak punya tujuan menghapus citra Saudi yang lekat dengan wahabi. Sejauh ini, gebrakan dia untuk meningkatkan investasi dan melepas ketergantungan minyak.
Senada, pakar hubungan internasional dari Universitas Indonesia, Sya'roni Rofii, mengatakan MbS fokus terhadap pandangan internasional dan tak berniat memberangus wahabi.
"MbS tidak akan meninggalkan wahabi, namun berupaya untuk membersihkan anasir-anasir ekstrimisme di Saudi dengan harapan citra internasional Saudi menjadi aktor moderat," ujar Sya'roni.
Nantinya, peran tersebut akan membuat Saudi menjadi mitra komunitas internasional dalam isu-isu global kontemporer.
Sya'roni meyakini wahabi memang tak terpisahkan dari sejarah Kerajaan Saudi. Sebagaimana mazhab, paham ini diakomodir negara.
"Tentu saja, MBS ingin memastikan bahwa semua kelompok keagamaan di Saudi berada di bawah kendali dan pengawasan kerajaan," ucap dia.
Kebijakan MbS selama lima tahun terakhir merefleksikan Saudi sebagai negara moderat di masa depan. Ia juga dipandang sebagai salah satu aktor yang membatasi kekuasaan ulama soal urusan negara.
Sementara itu, terkait sederet ulama ternama yang ditangkap pihak berwenang Saudi, Sya'roni menilai kerajaan memang tak bisa menerima kritik.
"Targetnya bukan kepada ajaran Wahabi dan ulama Wahabi. Keluarga kerajaan sekalipun bisa ditangkap ketika dianggap berseberangan dengan kebijakan MbS," ujar dia.