Kementerian Pertahanan Rusia mengumumkan menghentikan semua aktivitas mobilisasi parsial pasukan cadangan ke Ukraina, termasuk panggilan wajib militer kepada warganya, pada Senin (31/10).
"Semua aktivitas yang berhubungan dengan wajib militer untuk pelatihan telah dihentikan," demikian pernyataan resmi Kemenhan Rusia.
Keputusan ini muncul ketika pasukan Rusia mengalami kemunduran di Ukraina. Sejak pasukan Ukraina melancarkan serangan balasan pada awal September lalu, Rusia terus kehilangan sejumlah wilayah pendudukan secara signifikan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pasukan Presiden Vladimir Putin juga disebut semakin kehilangan arah dalam melancarkan invasinya ke Ukraina yang berjalan delapan bulan lebih.
Untuk pertama kalinya, Rusia juga mengakui pasukannya di Ukraina mengalami masalah soal peralatan perang pada Rabu (26/10).
Lihat Juga : |
"Kalian semua telah mendengar pernyataan Presiden (Vladimir Putin dalam rapat Dewan Koordinasi). Memang, ada masalah dengan peralatan," kata juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, kepada wartawan di Moskow.
Peskov mengakui pasukan Rusia di Ukraina menghadapi sejumlah masalah di medan perang. Namun, ia menegaskan Rusia tengah mengambil sejumlah langkah untuk mengatasinya.
"Langkah-langkah sedang diambil untuk menyelesaikan masalah ini," ucapnya seperti dikutip CNN.
Pada Selasa (25/10), Putin mengatakan peralatan tentara Rusia juga harus "efisien dan modern" untuk memenuhi kebutuhan pasukan dalam perang di Ukraina.
Putin juga meminta pemerintah untuk mempercepat pengambilan keputusan dan pembuatan peralatan militer.
Sementara itu, dalam pemberitahuannya kemarin, Kemhan Rusia juga meminta komandan distrik militer dan Armada Utara untuk menyerahkan laporan soal penyelesaian kegiatan mobilisasi parsial pada 1 November.
Namun, pengumuman kementerian itu bukan merupakan akhir resmi dari mobilisasi parsial pasukan Rusia. Ini hanya bisa dilakukan dengan keputusan resmi dari Presiden Rusia Vladimir Putin.
Pada September lalu, Putin mengumumkan mobilisasi parsial tentara cadangan ke Ukraina. Seruan ini muncul usai Rusia mengalami kekalahan di negara yang diinvasinya.
Namun, pengumuman itu memicu gejolak di Negeri Beruang Merah. Banyak warga laki-laki Rusia kabur ke luar negeri karena takut direkrut untuk berperang.
Mayoritas yang kabur pergi ke negara tetangga Rusia seperti Armenia, Georgia, Azerbaijan, Kazakhstan dan beberapa ke Finlandia.
Selain itu, banyak warga turun ke jalan menuntut pembatalan mobilisasi wamil itu. Namun, Rusia menanggapinya dengan represi. Petugas menangkap dan menahan para pedemo itu.