Selama 11 tahun pemerintahan, Turki berhasil merebut kembali sebagian besar tanah yang hilang. Saat ia memperluas kekuasaannya, Turki mengambil langkah-langkah untuk memastikan bahwa rakyatnya menikmati hak dan merasa sejahtera.
Di bawah Turki dan putranya, Faisal, Negara Saudi Kedua menikmati masa damai dan kemakmuran. Selain itu, perdagangan dan pertanian berkembang.
Lihat Juga : |
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, ketenangan itu hancur pada 1865 saat Utsmaniyah memperluas kerajaan Timur Tengahnya ke Semenanjung Arab. Tentara Utsmaniyah merebut sebagian Negara Saudi, yang saat itu diperintah oleh anak Faisal, Abdulrahman.
Dengan dukungan Ottoman, keluarga Al-Rashid dari Hail melakukan upaya bersama untuk menggulingkan Negara Saudi.
Pasukan itu mempersulit Abdulrahman bin Faisal Al-Saud. Ia terpaksa meninggalkan perjuangan untuk mencari bantuan. Ia beserta istri dan anaknya, Abdulaziz, lalu melakukan perjalanan ke Kuwait dan tinggal hingga 1902.
Abdulaziz menunjukkan jejaknya sebagai pemimpin alami dan pejuang yang tangguh untuk tujuan Islam.
Lihat Juga : |
Abdulaziz muda bertekad mendapatkan kembali warisan dari keluarga Al-Rasyid, yang telah mengambil alih Riyadh dan mendirikan pemerintah di sana.
Pada 1902, Abdulaziz dan 40 pasukannya melakukan pawai malam ke Riyadh untuk merebut kembali garnisun kota, yang dikenal Benteng Masmak. Peristiwa legendaris ini menandai awal terbentuknya negara Saudi modern.
Setelah mendirikan Riyadh sebagai markas besarnya, Abdulaziz merebut semua Hijaz, termasuk Makkah dan Madinah pada 1924 hingga 1925. Dalam prosesnya, ia menyatukan suku-suku yang bertikai menjadi satu negara.
Pada tanggal 23 September 1932, negara itu dinamai Kerajaan Arab Saudi, sebuah negara Islam dengan bahasa Arab sebagai bahasa nasionalnya dan Al-Qur'an sebagai konstitusinya.
(isa/bac)