Anwar terpilih menjadi PM baru usai drama di pemilihan umum (Pemilu) yang berlangsung pada Sabtu lalu, karena tak ada pemenang mutlak.
Berdasarkan hasil Pemilu, tak ada satu pun partai atau koalisi yang memegang suara mayoritas.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut konstitusi Malaysia, untuk membentuk kabinet baru, partai atau koalisi harus mengantongi 112 suara dari total 222 kursi parlemen. Pemegang mayoritas inilah yang berhak memberikan nama calon PM ke raja.
Di Pemilu pekan lalu, Koalisi pimpinan Anwar, Pakatan Harapan (PH) meraih suara 82 kursi, terbanyak dalam Pemilu. Sementara itu, aliansi Muhyiddin Yassin, Perikatan Nasional (PN) mendapat 73 kursi dan Barisan Nasional punya 30 kursi.
Sehari setelah pemilu, Muhyiddin mengklaim mendapat dukungan dari dua kubu yang lebih kecil yakni Sabah dan Sarawak. Kursi yang ia dapat pun bertambah menjadi 101, tetapi ini belum mencapai ambang batas.
Menanggapi kondisi semacam itu, Raja Abdullah memberikan batas waktu kepada kedua kubu untuk membentuk mayoritas dan menyetorkan calon nama PM hingga Selasa, 22 November siang.
Namun, mayoritas tak kunjung terbentuk. Raja kemudian memanggil Anwar dan Muhyiddin ke Istana Negara, tetapi cara ini juga tak menuai hasil.
Dalam pertemuan itu, raja sempat mengusulkan agar Muhyiddin dan Anwar membentuk pemerintahan bersama. Namun, Muhyiddin menolak.
Sementara itu, Anwar mengungkapkan dalam pertemuan tersebut raja menegaskan harus ada kerja sama seluruh partai agar terbentuk pemerintahan yang kuat.
Pada Rabu, kemarin, raja memanggil 30 politisi koalisi BN untuk menentukan PM baru. Hari ini, ia telah berdialog dengan sultan dari sembilan negara bagian. Usai bertemu para sultan, ia menunjuk Anwar menjadi PM.
(isa/bac)