Anwar Ibrahim Jadi PM, Apakah Politik Malaysia Akan Stabil Lagi?
Pekan lalu, Raja Malaysia Al-Sultan Abdullah melantik Anwar Ibrahim menjadi Perdana Menteri (PM) baru usai melalui drama pemilihan umum (Pemilu).
Dalam Pemilu Malaysia kali ini, tak ada partai politik atau koalisi yang meraih ambang suara kursi Parlemen untuk menentukan PM.
Raja sampai harus turun tangan. Ia bertemu dengan Anwar dan Muhyiddin Yassin, selaku pihak yang mengantongi banyak suara, bertemu politikus koalisi Barisan Nasional, dan berdialog dengan para sultan dari negara bagian.
Usai serangkaian langkah itu, raja memilih Anwar menjadi PM dan melantik pada Kamis pekan lalu.
Sebelum Anwar duduk di kursi PM, politik Malaysia diterpa gonjang-ganjing. Dalam beberapa tahun terakhir negara ini telah gonta-ganti perdana menteri.
Pada 2020 lalu, eks Mahathir Mohamad mengundurkan diri setelah konflik di dalam koalisinya.
Muhyiddin Yassin kemudian menjadi PM pengganti Mahathir. Namun, pada 2021 lalu Malaysia bergejolak usai pemerintah menerapkan lockdown ketat.
Warga dan kelompok oposisi Anwar menggelar aksi. Mereka juga menuntut PM Muhyiddin Yassin mundur. Tak lama setelah itu, ia mundur.
Estafet PM kemudian jatuh ke tangan Ismail Sabri. Di tahun kedua memimpin ia membubarkan parlemen. Berdasarkan konstitusi Malaysia, Pemilu harus digelar 60 hari usai parlemen dibubarkan.
Terlepas dari itu, apakah di bawah pimpinan Anwar Ibrahim politik Malaysia bakal stabil?
Pengamat hubungan internasional dari Universitas Sultan Zainal Abidin di Malaysia, Suyatno Ladiqi, menilai Anwar memiliki posisi yang kuat.
Ia menggarisbawahi peran raja, yang didukung para sultan, dalam penyelesaian kemelut politik pasca Pemilu.
"Dalam pandangan saya ini sebuah kekuatan politik yang powerful, sebab menentang keputusan Raja akan dianggap derhaka dengan Titah Duli Tuanku Raja Agong Malaysia [perintah Yang Mulia Raja]," kata Suyatno saat dihubungi CNNIndonesia.com, Selasa (29/11).
Selain itu, Suyatno juga menganggap Undang-Undang Lompat Partai semakin memperkuat posisi Anwar. Berdasarkan UU ini, anggota parlemen tak bisa mengubah arah dukungan atau koalisi, jika sudah menentukan pilihan.
Jika, mereka melakukan pergantian dukungan koalisi maka status sebagai anggota partai akan dicabut, sehingga otomatis keluar dari kursi parlemen.
"Ini yang menjadikan peta politik kali ini berbeda dengan sebelumnya dimana kerentanan koalisi berlaku dengan adanya perpindahan dukungan koalisi," jelas pengamat itu.
Ia juga menegaskan, Anwar mungkin bisa memerintah Malaysia hingga masa jabatan dia habis. Di negara ini, masa jabatan PM berlangsung selama lima tahun.
"Berdasarkan kalkulasi politik, saya meyakini kali ini Anwar dapat menjalankan pemerintahannya sampai habis masa jabatannya nanti," imbuh Suyatno.
Lanjut baca di halaman berikutnya...