NATO Kian Getol Kirim Senjata ke Ukraina, Perang Makin Berkobar?
Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) termasuk Amerika Serikat dan negara-negara sekutunya semakin getol kirim senjata dan alat utama sistem pertahanan (alutsista) ke Ukraina untuk melawan agresi Rusia.
Tank, artileri, rudal, dan senjata canggih lain dari sejumlah anggota aliansi militer bakal dikirim lagi ke Ukraina.
Pada Desember 2022, AS sepakat akan mengirim bantuan ke Ukraina berupa sistem pertahanan dan rudal Patriot.
Anggota NATO lain seperti Prancis, Inggris, dan Polandia juga dilaporkan akan mengirim tank ke Ukraina.
Dukungan senjata dari Barat membuat Jerman tertekan untuk segera mengambil keputusan mengirim tank. Pemerintah Berlin pun membahas dengan berbagai pihak baik internal maupun internasional.
Bantuan tank dari pemerintah Berlin dianggap penting karena Jerman punya Leopard 2 yang bisa membantu menyelesaikan konflik Rusia-Ukraina.
Namun, sejauh ini belum ada pernyataan pasti apakah Jerman bakal memasok senjata itu atau tidak ke pemerintahan Kyiv.
Sementara itu, pada Rabu, Kanada mengumumkan bakal mengirim 200 kendaraan lapis baja. Pasokan senjata ini bagian dari bantuan militer senilai 500 juta dolar Kanada atau sekitar Rp5,6 triliun.
Rencana bantuan dari para anggota NATO mencuat usai Rusia membordir Dnipro dan menyebabkan 40 orang tewas.
Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky, sampai-sampai meminta Barat segera memutuskan untuk mengirim senjata ke negaranya.
Terlepas dari itu, apakah bantuan ini membuat perang semakin besar dan meluas?
Pengamat dari lembaga think tank, Pusat Studi Strategis dan Internasional (CSIS), Waffa Kharisma, mengatakan pasokan senjata itu tak membuat serangan menjadi signifikan menyusul sifat senjata yang berguna untuk mempertahankan diri atau defensif.
"Secara strategis sifat senjatanya sebetulnya masih defensif, baik tank dan rudal. Tank di Jerman masih diperdebatkan apakah dia defensif atau ofensif. Tapi secara general keduanya masih bisa dilihat sebagai senjata pertahanan," kata Waffa kepada CNNIndonesia.com, Rabu (18/1).
Ia kemudian berujar, "Jadi eskalasi naiknya sedikit, yakni suplai senjata defensif, bukan agresif."
Menurutnya, Jerman dan AS pun mengirim senjata secara bertahap. Ia menilai kedua negara ini juga melihat reaksi serta kemampuan Rusia mempertahankan misi militer sebelum bertindak lebih jauh.
Waffa menduga saat ini, Rusia memang melihat pengiriman Patriot merupakan tindakan provokatif, tetapi Moskow belum bereaksi secara nyata.
Tak lama usai berita AS bakal mengirim rudal Patriot muncul, Rusia memasang rudal balistik antarbenua di Kaluga.
Menurut pejabat Moskow, rudal itu akan menjalankan tugas tempur sesuai rencana.
Lihat Juga :KILAS INTERNASIONAL El Chapo Tak Sanggup Dibui di AS hingga Rusia Tembak Tentara Kabur |
Namun, peneliti CSIS tersebut menilai tindakan Rusia hanya sebagai simbol penangkal.
"Tidak lantas sinyal untuk perang besar. Kalau untuk persiapan memang secara strategis di tingkat nasional negara harus disiapkan. Baik ada atau tidak ada eskalasi," ungkap dia.
Lanjut baca di halaman berikutnya...