Partai Buruh Australia juga mendukung Papua Barat. Dukungan ini tercermin saat mereka menggelar Konferensi Nasional Partai Buruh pada 2006.
Dalam pertemuan itu, mereka menyatakan warga Papua di Indonesia mengalami pelanggaran hak asasi manusia yang serius, demikian dikutip RNZ.
Konferensi tersebut juga mendesak pemerintah Australia menyampaikan keprihatinan situasi HAM di Papua dan Otonomi Khusus Papua dengan Pemerintah Indonesia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, partai juga meminta Canberra mencari jaminan setiap bantuan atau latihan militer dengan RI berdasarkan Perjanjian Lombok (Lombok Treaty) dan tidak untuk operasi di Papua Barat.
Sebab, melalui perjanjian itu, Australia bisa disebut turut menindas dengan menggelar latihan bersama.
Dalam Lombok Treaty, salah satu poinnya berisi Australia dan Indonesia tak akan mendukung atau berpartisipasi dalam kegiatan oleh orang atau entitas mana pun yang mengancam stabilitas, kedaulatan, atau keutuhan wilayah pihak lain. Termasuk mereka yang berupaya menggunakan wilayahnya untuk mendorong separatisme di wilayah pihak lainnya.
Sementara itu, beberapa pejabat Australia yang mendukung kemerdekaan Papua yakni eks anggota parlemen dan ketua Partai Hijau Richard Di Natale.
Di Natale secara terbuka mengutuk pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi di Papua Barat. Ia juga mengecam banyak orang Papua dipenjara karena mengibarkan bendera Bintang Kejora, demikian dikutip The Diplomat.
Vanuatu menjadi negara Pasifik yang telah lama mendukung hak-hak warga Papua Barat dalam gerakan kemerdekaan.
Pada 2018, Perdana Menteri Vanuatu saat itu Charlot Salwai mendesak Dewan Hak Asasi Manusia PBB untuk menyelidiki kekerasan HAM di Papua Barat. Namun, RI menolak, demikian dikutip The Guardian.
Dalam forum-forum internasional, perwakilan Vanuatu memang kerap mengkritik pelanggaran HAM yang terjadi di Papua Barat.
Salah satu contohnya, Menteri Vanuatu Ralph Regenavu yang mengatakan akan selalu mendukung Papua Barat. Ia bahkan mendesak Australia dan Selandia Baru untuk mengikuti langkahnya.
Pada 2016, Presiden Nauru Hon Baron Divavesi juga menyampaikan kekhawatiran dirinya terkait dugaan pelanggaran HAM di Papua.
"Nauru sangat prihatin dengan situasi di Papua Barat termasuk dugaan pelanggaran HAM. Penting adanya dialog yang terbuka dan konstruktif dengan Indonesia mengenai masalah ini," kata dia saat sidang Majelis Umum di PBB, seperti dikutip Free West Papua.
Presiden Republik Kepulauan Marshall, Hilda Heine pemimpin berikutnya yang berbicara kepada Majelis Umum tentang Papua Barat dan menyerukan investigasi.
PM Tuvalu Hon Enele Soene Sopogoa juga menyatakan hal serupa di Majelis Umum PBB pada 2016.
Negara pasifik lain yang mendukung Papua adalah Kepulauan Solomon. Tak jarang, pemimpin negara ini mendesak agar ada penyelidikan terkait dugaan kekerasan HAM di Papua.
perwakilan Republik Palau untuk PBB Caleb Tyndale Okuchi Otto juga turut menyerukan penyelesaian konflik di Papua Barat.
(isa/rds)