Seorang prajurit asal Amerika Serikat, Jason Mann, menceritakan pengalaman dia dan para tentara asing selama berjuang membantu Ukraina di medan perang melawan Rusia.
Dalam wawancara eksklusif bersama CNN, Mann bercerita awal mula dia dan para tentara dari luar negeri itu termotivasi untuk berperang bersama Ukraina.
"Saya 100 persen solid. Tidak ada yang salah dengan tekad saya. Tak ada yang salah dengan apa yang saya rasakan atas situasi ini. Saya benar-benar berada di tempat yang tepat," kata Mann.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mann merupakan mantan marinir AS yang pernah terlibat dalam perang di Afghanistan dan Irak.
Dia sudah ikut berperang diUkraina sejak awal Maret 2022 dan terlibat dalam sebagian besar perang di sana.
Mann bergabung dalam Legiun Internasional Ukraina, kelompok pejuang asing yang membantu prajurit lokal. Mann memimpin unit yang disebut Phalanx.
Selama berperang di Ukraina, Mann merasa yang dilakukannya saat ini adalah tugas untuk memperjuangkan kebebasan.
Menurutnya, dia dan para prajurit mengedepankan moral untuk melawan otokrasi yang kini tengah merusak demokrasi Ukraina.
"Ini mendefinisikan ulang tatanan global. Ini merupakan demokrasi versus otokrasi. Apakah kita akan membiarkan otokrasi mengendalikan lebih banyak kehidupan orang di masa depan atau mencegahnya?" ujar dia.
Semangat juang itu tak cuma dirasakan Mann. Bos Mann, seorang warga Selandia Baru yang menggunakan julukan 'Kura-kura', menceritakan pengalaman kehilangan seorang prajurit pengintai dalam sebuah misi.
Prajurit asing itu gugur beberapa hari sebelum jurnalis CNN tiba untuk meliput.
"Dia pria yang baik, tapi tidak bisa bicara dalam bahasa Inggris. Biasanya dia bicara menggunakan Google Translate," tuturnya.
"Namun, ada beberapa hal baik yang saya ingat tentang dia. Dia merupakan sosok yang sangat menyayangi istri dan anak-anaknya. Dia selalu bertelepon dengan mereka setiap malam."
Hari ini, invasi Rusia di Ukraina sudah memasuki satu tahun sejak dimulai pada 24 Februari 2022.
Setidaknya 150 ribu korban dilaporkan jatuh dari kedua belah pihak, menurut berbagai sumber Barat.
Berdasarkan data analisis dari Institute for the Study of War, dalam invasi ini, Rusia berhasil menduduki setidaknya 132 ribu kilometer persegi wilayah Ukraina.
Angka itu setara 22 persen dari total luas 603.700 kilometer persegi wilayah Ukraina.
Namun, data terkini menunjukkan Rusia telah kehilangan satu perlima wilayah Ukraina yang semula sempat mereka caplok.
Saat ini, pasukan Rusia dilaporkan hanya menduduki 17-18 persen atau 103.599 kilometer persegi wilayah Ukraina.
Jumlah wilayah yang dikuasai Rusia itu sama besar dengan dua kali lipat luas Italia.
Kemunduran tentara Rusia ini terjadi sejak pasukan Ukraina melancarkan serangan balik yang puncaknya berlangsung pada September lalu.
Pasokan senjata dari negara Barat juga membantu tentara Ukraina melancarkan operasi serangan baliknya ini.
Pada hari ini, Presiden Volodymyr Zelensky menyatakan bahwa dirinya percaya Ukraina bakal memenangkan peperangan pada 2023.
Menurutnya, warga Ukraina sangat solid meski telah melewati waktu yang berat setahun terakhir ini.
"Tahun ini, kami tetap tak terkalahkan. Kami tahu bahwa 2023 akan menjadi tahun di Twitter.