Menurut Rezasyah, langkah baru AUKUS sebenarnya punya sisi positif bagi Indonesia. Salah satunya, Indonesia bisa membeli kapal konvensional milik Australia, dengan harga bersaing.
"Kalau Australia benar-benar punya kapal selam nuklir, mereka masih punya kapal-kapal konvensional. Itu bisa kita beli dengan harga bersaing," ujar Rezasyah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, Indonesia juga bisa mengajak Australia duduk bersama, untuk berdialog dan meminta penjelasan lebih dalam mengenai isu yang menyangkut kepentingan bersama.
"Di satu sisi kita bisa menyatakan ketidaksetujuan kepada AUKUS, tapi kita juga punya kesempatan untuk diberikan penjelasan oleh mereka bahwa apakah (kesepakatan pertahanan) ini adalah skenario perang atau untuk mengejar pengembangan teknologi?" imbuhnya.
Di sisi lain, kerja sama bilateral Indonesia dan Australia telah berlangsung lama dan mendalam. Sebut saja Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (IA-CEPA), hingga pertemuan 2+2 antara Menteri Pertahanan RI dan Menteri Pertahanan Australia.
Rezasyah menuturkan dari kuatnya hubungan bilateral ini, Indonesia cukup percaya diri Australia tidak akan mengarahkan nuklirnya ke arah Indonesia. Bahkan menurutnya, kapal selam nuklir ini nantinya bisa memberikan perlindungan tersendiri bagi Indonesia.
"Karena kapal selam ini ibaratnya hantu laut yang bergerak di bawah air yang menggetarkan, apalagi jika sudah berkekuatan nuklir. Kita yakin Australia tidak akan menggunakan kekuatannya ke Indonesia," ujarnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, AUKUS mengumumkan proyek pengadaan kapal selam bertenaga nuklir untuk Negeri Kanguru dengan biaya hingga A$368 miliar atau setara Rp3.758 triliun.
Dana raksasa ini bukan hanya untuk membeli dan membuat kapal selam bertenaga nuklir, namun juga untuk membangun infrastruktur dan membiayai pelatihan yang diperlukan.
Secara keseluruhan, proyek ini bisa menyerap lapangan pekerjaan bagi 200 ribu orang di Australia dalam kurun waktu tiga dekade ke depan.
(dna/bac)