Iran-Saudi Rujuk, Apakah Konflik di Timur Tengah Akan Padam?
Pada Maret lalu, Iran dan Arab Saudi sepakat rujuk. Sejumlah pengamat menilai kesepakatan ini bisa mengurangi ketegangan di Timur Tengah, tapi sebagian pihak masih ragu.
Sejak lama, kedua negara memang merupakan rival besar di kawasan. Pemutusan hubungan Iran dan Saudi pada 2016 lalu pun dianggap memperumit konflik di Timur Tengah.
Mereka kerap mendukung kelompok yang berbeda dalam konflik di negara-negara Timur Tengah, seperti Yaman, Libanon, dan Suriah. Namun kini, sejumlah pengamat optimistis perdamaian bisa tercapai di negara-negara itu.
Yaman
Dalam konflik ini, Saudi membantu pemerintah Yaman yang dikudeta kelompok pemberontak Houthi pada 2015 lalu. Sementara itu, Houthi sendiri selama ini selalu disebut-sebut sebagai kelompok yang didukung Iran.
Setelah rujuk, Saudi dilaporkan telah menerima beberapa jaminan dari Iran. Salah satu jaminan itu berupa komitmen Teheran untuk tak lagi mendorong pemberontak Houthi melakukan serangan lintas batas ke Saudi.
Delegasi Saudi dan Oman juga dilaporkan sudah menggelar perundingan damai dengan pejabat Houthi di Ibu Kota Yaman, Sanaa, pada akhir pekan lalu.
Namun, pengamat juga mencatat tindakan itu tak berarti kedua negara akan segera mengakhiri konflik di Yaman. Mereka menilai ada faktor-faktor lain yang penting untuk dipertimbangkan.
"Pemulihan hubungan diplomatik bisa membantu Arab Saudi melepaskan diri dari perang di Yaman, tetapi Houthi tentu saja memiliki agenda sendiri juga," kata mantan duta besar AS untuk Tunisia, Gordon Gray, pada Maret lalu, seperti dikutip Al Jazeera.
Sejumlah pihak menilai untuk mengurangi serangan Houthi, Garda Revolusi Islam (IRGC) Iran mungkin harus dilibatkan. IRGC beroperasi secara independen dan bertanggung jawab langsung ke Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei.
Meski demikian, tak ada jaminan IRGC dan Houthi tak akan bekerja sama lagi untuk membuat Saudi merasa terancam.
Libanon
Libanon juga negara yang tak lepas dari pusaran konflik di Timur Tengah. Permusuhan Saudi-Iran pun berdampak ke Libanon, terutama dari sisi ekonomi.
Pada 2017, sekutu dekat Saudi yang saat itu menjadi Perdana Menteri Libanon, Saad Hariri, mengundurkan diri. Seperti diberitakan CNN, Hariri mundur karena peningkatan pengaruh kelompok yang didukung Iran di Libanon, Hizbullah.
Tak lama sebelum mengundurkan diri,Hariri bahkan menyebut peningkatan pengaruh Iran danHizbullah itu sampai menimbulkan ancaman terhadap hidupnya.
Lihat Juga : |
Setelah itu, hubungan Saudi dan Libanon memburuk. Saudi mengklaim Libanon menyatakan perang ke negaranya. Saudi serta negara Arab lain, seperti Kuwait dan Uni Emirat Arab, meminta warganya meninggalkan Libanon.
Namun, Iran dan Hizbullah justru menuding Saudi memaksa Hariri mundur untuk memicu ketegangan yang lebih luas di kawasan. Mereka juga mengklaim Saudi melakukan hal tersebut untuk menyatakan perang ke Hizbullah.
Berlanjut ke halaman berikutnya >>>