Normalisasi hubungan Israel-Indonesia dinilai hampir terealisasi di era pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur.
Setelah lawatan Perdana Menteri Israel Yitzhak Rabin ke Jakarta pada 1993, Gusdur yang saat itu merupakan Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama dan tokoh Islam paling berpengaruh di RI, mengunjungi Yerusalem pada 1994.
Sebelum terpilih menjadi presiden, Gus Dur memang telah dikenal dekat dengan tokoh-tokoh di Israel terutama terkait dialog antar-agama. Ia bahkan dianugerahi Magsaysay Award pada 1993 karena upayanya mendukung dialog antaragama di Indonesia. Penghargaan itu setara Hadiah Nobel di Asia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lihat Juga :![]() CATATAN DIPLOMAT 'Sepi' Lebaran di Saudi Tanpa Gema Takbir di Malam Idulfitri |
Tiga hari setelah terpilih sebagai Presiden RI, Gus Dur sudah mendorong Indonesia lebih aktif dalam forum bisnis internasional. Salah satu masukannya adalah agar Indonesia mulai menjalin hubungan dagang dengan Israel seperti beberapa negara Arab lainnya saat itu.
Presiden ke-4 Indonesia itu bahkan sempat bikin heboh karena gagasannya yang ingin menjalin hubungan diplomatik dengan Israel.
Saat itu, Gus Dur mengajak segenap rakyat Indonesia untuk memikirkan kembali betapa pentingnya menjalin hubungan dengan Israel demi membantu perjuangan Palestina untuk merdeka.
Menurut Gus Dur, Indonesia tidak mungkin berperan dalam prdamaian Palestina dan Israel jika tidak menjalin hubungan diplomatik dengan kedua negara itu.
Seperti dikutip situs resmi NU, dalam buku Damai Bersama Gus Dur, ada dua alasan yang diutarakan sang tokoh mengapa ia ingin menjalin hubungan diplomatik dengan Israel.
Pertama, Gus Dur ingin memastikan kapitalis George Soros, yang keturunan Yahudi, tidak mengacaukan pasar modal. Kedua, ingin meningkatkan posisi tawar Indonesia di Timur Tengah, sebab selama itu negara-negara di kawasan itu dinilai tidak pernah membantu Indonesia menghadapi krisis.
Meski begitu, niatan Gus Dur itu langsung ditentang banyak pihak di Indonesia, termasuk anggota DPR. Sementara itu, pemerintah harus mendapat persetujuan DPR untuk urusan menjalin hubungan dengan negara lain.
Sampai saat ini, pemerintah Indonesia di depan publik masih terus mengutuk keras Israel dan menegaskan tak ada niatan menjalin hubungan dengan negara Zionis itu. Namun, laporan soal penjajakan hubungan diplomatik antara kedua negara kerap muncul dari laporan media-media asing, terutama media Israel, selama beberapa tahun terakhir.
Menurut pengamat politik internasional dari Universitas Padjajaran, Teuku Rezasyah, prospek pembukaan hubungan diplomatik Israel-Indonesia semakin kecil. Terlebih, belakangan Israel kembali menjadi sorotan lantaran aparatnya melancarkan kekerasan terhadap jemaah yang sedang beribadah di kompleks Masjid Al Aqsa saat Ramadan.
Aparat Israel menyerbu kompleks Al Aqsa dan memukuli para jemaah yang sedang salat. Beberapa hari kemudian, ribuan umat Yahudi menyerbu kompleks itu dengan dikawal polisi Israel.
"Dengan situasi saat ini, sepertinya sulit dan tidak mungkin (menjajaki hubungan normal dengan Israel). Lebih baik, jika mau, Indonesia bisa mempertimbangkan membuka hubungan dagang dengan Israel tanpa harus menjalin hubungan diplomatik--seperti halnya relasi RI-Taiwan selama ini," ucap Rezasyah kepada CNNIndonesia.com.
(rds/rds)