Jakarta, CNN Indonesia --
Paul Mackenzie Nthenge menjadi sorotan usai pihak berwenang Kenya menemukan puluhan mayat yang merupakan anggota sekte sesat kelaparan.
Pada Rabu, jumlah mayat yang diduga anggota sekte Good News International Church mencapai 98 orang hingga Rabu (26/4). Mereka ditemukan di hutan Shakahola dekat kota Malindi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Siapa Paul Mackenzie Nthenge pendiri sekte sesat kelaparan dari Kenya?
Nthenge bersama istrinya, Joyce Mwikamba, mendirikan sekte Good News International Church di Kenya pada 2003. Ia menggunakan ajaran Teologi Hari Akhir William Branham untuk 'mencuci otak' para pengikutnya.
[Gambas:Video CNN]
Dalam situs resmi William Braham, Nthenge juga mendoktrin mereka bahwa kelaparan bisa menjadi pelarian dan jalan untuk bertemu Yesus. Ia meyakini puasa bisa membersihkan tubuh dari "iblis."
Menurut situs itu, Nthenge mendapat ajaran Branham versi Latter Rain, versi yang sama dengan sekte Jim Jones of People Temples di Guyana. Sekte ini, meminta pengikutnya bunuh diri massal.
Latter Rain memiliki doktrin dasar soal puasa total untuk mencapai "atomic power." Berdasarkan doktrin itu, pengikut diperintahkan untuk berpuasa selama 40 hari.
Sekte Good News International Church mengklaim memiliki 3.000 pengikut dan punya cabang di Nairobi serta sepanjang pantai Kenya.
"Ini untuk membina umat yang beriman secara holistik dengan semua cara spiritual umat Kristiani seperti yang kita persiapkan untuk kedatangan kedua Yesus Kristus melalui ajaran dan penyebaran agama Nasrani," demikian keterangan di situs sekte itu, seperti dikutip The Citizen.co.
Lanjut baca di halaman berikutnya...
Pada 2017, Nthenge meluncurkan kanal YouTube. Dalam salah satu video, ia memperingatkan pengikutnya agar tak melakukan praktik demonic atau berkaitan dengan iblis seperti menggunakan wig dan menggunakan mobile money atau pembayaran non-tunai.
Satu tahun kemudian, Nthenge ditangkap dengan tuduhan radikalisme. Ia mendesak anak-anak untuk tak datang ke sekolah karena pendidikan tak diakui kitab Injil.
Lalu pada 2019, ia membubarkan gerejanya dan pindah ke Kota Shakahola.
"[Saya] mendapat wahyu sudah saatnya berhenti. Saya hanya berdoa sendiri dan mereka memilih percaya," kata Nthenge saat wawancara dengan media lokal.
Lalu pada Maret lalu, polisi Kenya kembali menangkap Nthenge usai dua anak meninggal gegara kelaparan. Namun, ia bebas setelah membayar 100 ribu Shilling Kenya atau sekitar Rp10 juta.
Beberapa pekan kemudian, polisi melakukan penyelidikan di hutan kota Malindi terkait kuburan massal di lokasi tersebut.
Nthenge lalu menyerahkan diri ke pihak berwenang. Ia akan menghadapi persidangan pada 2 Mei mendatang. Sebelum menjadi pastor sekte itu, ia merupakan supir taksi.
Bongkar Jaringan Sekte Sesat di Kenya
Presiden William Ruto juga berjanji bakal membongkar jaringan sekte tersebut.
Ruto juga mengatakan sekte ini bisa dikategorikan sebagai aksi kejahatan serius sehingga Nthenge bisa dituntut menggunakan pasal terorisme.
Temuan ini dianggap menjadi titik balik karena termasuk salah satu yang paling menggemparkan. Tim penyelamat melakukan penggalian di lokasi dan menemukan mayat membusuk terkubur secara massal.
Selain itu, ditemukan pula sejumlah kuburan tunggal dengan salib di atasnya.
Organisasi Islam yang fokus isu hak asasi manusia, The Mombasa, meminta pemerintah agar mempertimbangkan opsi menggunakan helikopter untuk menyelamatkan korban dan membuat proses lebih cepat.