Aksi May Day di Prancis Ricuh: 108 Polisi Terluka, 291 Orang Ditahan
Aksi peringatan Hari Buruh Internasional atau May Day berakhir ricuh di sejumlah wilayah Prancis, Senin (1/5). Sedikitnya 108 polisi terluka dan 291 orang ditahan dalam aksi tersebut.
Menteri Dalam Negeri Gerald Darmanin mengatakan jumlah polisi terluka yang begitu tinggi "sangat jarang" pada aksi 1 Mei. Menurutnya, seorang polisi terkena bom molotov hingga mengalami luka bakar di wajah dan tangannya.
Dilansir dari AFP, massa aksi melemparkan proyektil ke arah polisi dan memecahkan jendela perkantoran, seperti bank dan agen perumahan di Paris. Pasukan keamanan membalasnya dengan tembakan gas air mata dan meriam air.
Saat polisi berusaha membubarkan aksi tersebut, beberapa orang memicu kobaran yang menyebar ke sebuah gedung. Dinas pemadam kebakaran setempat ikut turun tangan.
Lihat Juga : |
Polisi mendapat lampu hijau untuk menggunakan drone sebagai tindakan pengamanan setelah pengadilan Paris menolak petisi dari kelompok hak asasi agar tidak digunakan.
Pasukan keamanan mengerahkan gas air mata di Toulouse ketika bentrokan meletus selama demonstrasi, sementara empat mobil dibakar di Kota Lyon.
Sedangkan di Nantes, polisi juga menembakkan gas air mata setelah pengunjuk rasa melemparkan proyektil. Jendela toko pakaian pecah.
Para pengunjuk rasa sempat menduduki hotel mewah InterContinental di Marseille. Mereka turut memecahkan pot bunga dan merusak furnitur.
"Di banyak kota di Prancis, May Day ini adalah momen untuk mobilisasi dan komitmen yang bertanggung jawab. Adegan kekerasan di sela-sela demonstrasi semakin tidak dapat diterima," tulis Perdana Menteri Elisabeth Borne di Twitter.
Lihat Juga : |
Sekitar 782.000 orang melakukan protes di seluruh Prancis, termasuk 112.000 orang di Paris.
Prancis telah diguncang oleh pemogokan dan demo besar-besaran untuk menolak RUU perpanjangan usia kerja sejak pertengahan Januari, beberapa di antaranya berubah menjadi kekerasan.
Protes itu meningkat terutama setelah pemerintah menggunakan kuasa khususnya untuk meloloskan RUU melalui parlemen tanpa pemungutan suara.
Presiden Prancis Emmanuel Macron mengklaim perubahan itu diperlukan demi menjaga keseimbangan keuangan negara. Namun serikat pekerja dan partai oposisi menolak dan menegaskan ada cara lain untuk mengatasi krisis.
(afp/fra)