Waffaa lantas berpandangan jika ASEAN ingin benar-benar relevan, negara-negara yang memang peduli harus bisa memperjuangkan isu dan agendanya di setiap pertemuan.
"Indonesia, misalnya, kalau mau perjuangkan isu Myanmar, isu CoC, perlu rumuskan konsep dan solusi ala Indonesia dari jauh-jauh hari. Kemudian perlu cari teman-teman dekat di ASEAN yang visinya sama, baru selanjutnya mulai dijual ke masing-masing negara ASEAN lain untuk diyakinkan," tuturnya.
"Sehingga ketika Summit tidak hanya bicara-bicara saja tetapi ada perkembangannya."
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, Waffaa juga menekankan Indonesia maupun negara ASEAN lainnya perlu bersikap berani dalam memperjuangkan isu yang dianggap penting bagi kawasan.
"Harus berani mainkan pressure point sehingga negara-negara ASEAN lain bisa memikirkan kepentingan-kepentingan kawasan," ujar Waffaa.
Sementara itu, pengamat Hubungan Internasional dari Universitas Padjajaran, Teuku Rezasyah, justru menilai peran ASEAN justru sangat relevan dengan kondisi saat ini.
Menurut Rezasyah, ASEAN kini dihadapkan pada situasi di mana mesti mengambil posisi sentral di antara persaingan China dan AS.
China, ujar dia, punya pengaruh sangat besar di Asia Tenggara. Mulai dari berbagai kerja sama baik bilateral maupun total, pengalaman historis sebagai negara sesama Asia, hingga penguasaan bisnis yang mendapuk China menjadi salah satu investor terbesar di ASEAN.
Sementara itu, AS belum punya peran sebesar China sehingga terjadi ketimpangan.
"Ini yang membuat ASEAN mencoba memberi leverage (pengaruh) pada Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya, menjadi lebih lunak terhadap Amerika Serikat," katanya.
"Pak [Presiden] Jokowi kan menggunakan kata kunci engagement artinya merangkul. Jadi dalam hal ini Pak Jokowi tidak menganggap [kekuatan eksternal seperti] AUKUS dan Quad itu sebagai musuh, tapi sebagai suatu wadah yang perlu diajak kerja sama."
Senada, pengamat ASEAN dari LIPI, Adriana Elisabeth, juga menilai peran ASEAN masih relevan hingga saat ini. Dia berujar blok tersebut masih mampu mencegah terjadinya konflik terbuka di Asia Tenggara.
Kendati begitu, Adriana mengakui kepentingan kekuatan luar atau external powers cukup banyak mengganggu soliditas ASEAN. Kekuatan luar itu salah satunya Quad yang "membutuhkan dukungan ASEAN untuk menghadapi globalisasi China."
"ASEAN tidak akan bergabung dengan Quad tapi dalam konteks kontestasi gagasan dan strategi global AS dan aliansinya memerlukan dukungan ASEAN untuk menghadapi globalisasi China," kata Adriana kepada CNNIndonesia.com.
(blq/rds)