Eks negara Uni Soviet, Armenia, mengancam keluar dari keanggotaan Organisasi Kerja Sama Keamanan Kolektif (Collective Security Treaty Organization/CSTO) pimpinan Rusia.
Perdana Menteri Armenia, Nikol Pashinyan, menegaskan pada Senin (22/5), kemungkinan besar negaranya keluar dari keanggotaan sekutu Rusia itu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya tidak berharap mengatakan bahwa isu ini (keluar dari CSTO) tak masuk dalam agenda. Saya tidak akan menampik bahwa Armenia secara de jure akan menarik diri dari CSTO atau membekukan keanggotaan," tutur Pashinyan.
Ia mengatakan Armenia bakal keluar dari keanggotaan sekutu Rusia jika CSTO meninggalkan negaranya.
Pemerintahannya juga kini tengah membahas kemungkinan Armenia akan berpartisipasi pada latihan militer CSTP bersama Kyrgyzstan. Jika memilih ikut, Pashinyan menegaskan perlu memastikan latihan itu akan dilakukan dalam format apa dan sejauh mana.
CSTO dibentuk pada 1992 yang terdiri dari para mantan negara Uni Soviet seperti Rusia, Armenia, Belarus, Kazakhstan, Kyrgyzstan, dan Tajikistan.
Armenia beberapa kali mengkritik CSTO yang tidak menghalangi Azerbaijan untuk beraksi merangsek ke wilayah etnis Armenia di Nagorno-Karabakh.
Keinginan Armenia keluar dari CSTO kian kuat setelah kunjungan kedua Ketua DPR Amerika Serikat, Nancy Pelosi, ke Yerevan pada September 2022. Saat itu Azerbaijan mengecam kunjungan Pelosi ke Armenia karena dianggap memperkeruh konflik kedua negara.
Pada Senin (22/5), Pashinyan mengeluhkan kegagalan negaranya membeli senjata selain dari Rusia karena terikat kerja sama CSTO atau aliansi pertahanan negara-negara eks Soviet.
Pada konferensi pers di hari yang sama, Pashinyan mengatakan bersedia mengakui klaim Azerbaijan atas Nagorno-Karabakh jika ada jaminan keamanan internasional untuk etnis Armenia di sana.
Syarat lainnya yaitu jika Azerbaijan menarik mundur pasukannya dari sejumlah wilayah Armenia yang sudah direbut negara itu.
Pasinyan sendiri tidak menjelaskan secara rinci yang dimaksud jaminan keamanan internasional untuk etnis Armenia di Nagorno-Karabakh.
Pada 2020, Rusia berinisiatif menjadi penengah kedua negara yang berkonflik dan mengerahkan pasukan penjaga keamanan di Nagorno-Karabakh. Negosiasi gencatan senjata dilakukan setelah pasukan Azerbaijan berhasil memotong satu-satunya jalur antara wilayah itu dan Armenia.
Armenia kemudian meminta misi pemantauan dari Uni Eropa yang membuat Rusia buka suara mengkritik langkah Yeravan tersebut.
"CSTO telah menunjukkan keefektivannya di situasi yang beragam (dan) memiliki potensi untuk perkembangan lebih lanjut. Rusia akan melanjutkan dialog dengan negara sahabat kami, Armenia," demikian pernyataan Kremlin menyikapi kritik Armenia atas CSTO.
(bac)