Warga etnis Serbia yang tinggal di wilayah utara Kosovo belakangan ini melakukan protes hingga memicu bentrok dan melukai sekitar 30 tentara penjaga perdamaian NATO.
Bentrokan terjadi terutama setelah warga Serbia Kosovo menolak walikota dari etnis Albania yang terpilih di empat kota wilayah tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mereka sampai sempat memboikot pemilu, karena tak mau dipimpin oleh etnis Albania. Mereka ingin dipimpin oleh pemerintah daerah yang 'dibekingi' Beograd.
Pemboikotan ini menyusul pengunduran diri para pejabat Serbia dari daerah tersebut pada November 2022, yang meliputi staf administrasi, hakim, dan petugas polisi.
Pada tahun lalu pula, ada ketegangan di Kosovo ketika ratusan etnis Serbia memblokir lalu lintas menuju penyeberangan Jarinje dan Brnjak.
Mereka memprotes rencana pemerintah Pristina yang ingin membuat penduduk mengganti pelat nomor Serbia mereka dengan yang dikeluarkan oleh pemerintah Kosovar. Saat itu, sekitar 50 ribu penduduk etnis Serbia di beberapa wilayah Kosovo utara menolak menggunakan pelat nomor Kosovo.
Pemerintah Kosovo pun menunda penerapan aturan baru tersebut setelah ketegangan memuncak. Uni Eropa langsung turun tangan memediasi kesepakatan antara kedua belah pihak, demikian dikutip TRT World.
Konflik antara Kosovo dan Serbia juga panas setelah Kosovo masuk menjadi anggota Dewan Eropa pada April lalu. Sejak awal pengajuan gabung, Serbia menentang keras hal tersebut.
Kosovo, sebagai negara berpenduduk mayoritas etnis Albania, memisahkan diri dari Yugoslavia pada 1999 akibat perang etnis antara Serbia, Albania, dan pemerintah Yugoslavia.
Ibrahim Rugova, pemimpin Kosovo Albania, memulai kampanye protes damai pada 1989 melawan presiden Yugoslavia kala itu, Slobodan Milosevic, yang telah mencabut otonomi konstitusional wilayah tersebut.
Lihat Juga :![]() KILAS INTERNASIONAL Lawan Erdogan Sebut Pemilu Tak Adil sampai China Damprat Israel di PBB |
Milosevic dan minoritas Serbia di Kosovo sejak lama menentang dominasi umat Muslim Albania di wilayah yang dianggap suci oleh orang Serbia.
Keengganan masyarakat internasional untuk menyelesaikan masalah tersebut berkontribusi pada meningkatnya ketegangan antara kedua kelompok etnis itu. Akibatnya, muncul kekejaman oleh tentara Serbia dan tindakan keras Serbia terhadap etnis Albania yang menyerukan kemerdekaan.
Masalah ini pun diselesaikan pada 1999 ketika NATO membom Serbia antara Maret dan Juni.
Meskipun tentara Serbia sudah meninggalkan Kosovo, perang sejatinya belum juga usai.
Kosovo secara sepihak mendeklarasikan kemerdekaan pada 2008. Deklarasi ini diakui oleh lebih dari 100 negara, termasuk Inggris, Jerman, Prancis, dan Turki.
Namun, Serbia tidak mengakui kemerdekaan Kosovo dan terus mengklaim kepemilikan wilayah tersebut meski tidak punya kendali resmi di sana.
Karena kebuntuan tersebut, ketegangan pun terus membara. Kawasan Balkan hingga kini belum bisa sepenuhnya stabil sejak pemisahan 'berdarah' Yugoslavia pada 1990-an.
(blq/bac)