Rusia dihadapkan dengan pemberontakan di tengah invasinya ke Ukraina setelah tentara bayaran Wagner Group menyerbu markas militer Negeri Beruang Merah di Rostov pada Sabtu (24/6).
Bos Wagner Group, Yevgeny Prigozhin, bahkan sempat mengerahkan pasukannya untuk menyerbu Moskow meski akhirnya batal setelah bernegosiasi dengan pemerintahan Presiden Vladimir Putin.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Padahal, Wagner Group menjadi salah satu paramiliter Rusia yang selama ini diandalkan Moskow membantu invasinya di Ukraina.
Berikut fakta-fakta mengenai Wagner Group:
Tentara bayaran Wagner Group kerap mendapat sorotan karena dianggap sebagai kelompok yang brutal dan terlibat dalam banyak pertempuran.
Wagner punya taktik brutal yang disebut ahli militer sebagai "membunuh atau terbunuh".
Mengutip Visegrad Insight, taktik tak berperasaan itu utamanya dilakukan kala berperang, salah satunya di Ukraina. Wagner membunuh warga sipil di Bucha dan Ukraina timur, menyiksa warga, memperkosa, menjarah, menghilangkan paksa, hingga meledakkan infrastruktur dan bangunan sipil tanpa pandang bulu.
Aksi itu pun sampai membuat Wagner dicap melanggar hukum kemanusiaan internasional oleh intelijen AS. Mereka juga dicap melanggar hak-hak asasi manusia (HAM) oleh sejumlah kelompok HAM.
Ironisnya, sejumlah narapidana yang bergabung dengan Wagner merasa bahwa berperang bersama kelompok itu bisa memperkaya mereka secara spiritual. Padahal, lebih dari 85 persen prajurit Wagner meregang nyawa di medan perang.
Sebuah video beredar di media sosial juga sempat viral lantaran menampilkan eksekusi seorang prajurit Wagner yang membangkang dengan menggunakan palu godam.
Sang pembangkang, dalam video itu, dipukuli kepalanya hingga tewas menggunakan simbol grup Wagner tersebut.
Sadisnya, bos Wagner Yevgeny Prigozhin hanya mengatakan bahwa prajuritnya sedang bersenang-senang.
Lebih dari itu, para prajurit yang kabur atau yang telah menyudahi kontrak dengan Wagner juga mengatakan bahwa Wagner tak pernah memperhatikan prajurit di medan perang. Bahkan, Wagner tak segan mengeksekusi langsung prajuritnya yang menolak berperang.
Berdasarkan laporan Uni Eropa, Wagner Group didirikan mantan tentara Rusia Dmitry Utkin sebagai organisasi militer swasta pada 2014.
Utkin memilih nama Wagner lantaran kecintaan dia terhadap komposer anti-Semit Richard Wagner. Jenderal itu juga dilaporkan mengagumi neo-Nazi.
Di tahun yang sama, Wagner pertama kali menunjukkan diri di medan perang saat membantu Rusia mencaplok Crimea dari Ukraina. Tentara bayaran ini juga disebut terlibat dalam upaya gerakan separatisme di Luhansk dan Donetsk agar merdeka dari Ukraina.
Tak hanya itu, mereka dilaporkan terlibat dalam perang di Libya untuk mendukung Jenderal Khalifa Haftar pada 2019, Ketika itu, Haftar melakukan serangan terhadap pemerintah di Tripoli.
Berlanjut ke halaman berikutnya >>>