Pakar: Kim Jong Un Rombak Militer, Takut Kasus Wagner di Rusia
Pemimpin tertinggi Korea Utara, Kim Jong Un, lagi-lagi merombak pejabat militernya. Para pakar menganggap Kim terus melakukan rotasi agar terhindar dari pergerakan serupa Wagner di Rusia.
Profesor studi internasional di Ewha Womans University, Leif-Eric Easley, mengatakan Kim harus terus merombak jajaran pejabat militernya agar ia tetap menjadi pemimpin terkuat.
"Kim Jong Un rutin merotasi pos kepemimpinan di bawahnya untuk mencegah kemunculan orang-orang seperti [pendiri Wagner Group] Yevgeny Prigozhin, yang menantang kepemimpinan Presiden Vladimir Putin," ujar Easley kepada CNN.
Menurut Easley, Prigozhin dapat memerintahkan Wagner untuk melancarkan upaya pemberontakan pada 23 Juni lalu karena sudah menancapkan "kendali pribadi terhadap aset-aset finansial dan kesetiaan di antara angkatan bersenjata."
Easley memandang Kim terus merotasi jajaran pejabat militernya agar tak ada sosok yang lebih kuat dari dia.
Pandangan ini mencuat setelah Kim kembali merotasi jajaran pejabat militernya pada Kamis (10/8). Jenderal tertinggi Korut, Pak Su Il, dicopot dari jabatannya sebagai kepala Staf Umum.
Berdasarkan laporan KCNA, sejumlah "pejabat komandan tinggi" lainnya juga dicopot atau dirotasi dalam pertemuan tersebut.
Korut memang biasa merotasi pejabat militer secara berkala. Sebagian pejabat dipindahkan ke pos lain, sementara sisanya menghilang tanpa kabar.
Seorang analis senior dari lembaga think tank Sejong Institute, Cheong Seong Chang, juga menganggap rotasi ini bukan berarti pejabat militer Korut bermasalah.
"Karena Kim Jong Un rutin menaikkan jabatan, demosi, dan memecat pejabat eksekutif berdasarkan kemampuan mereka menjalankan tugas, perombakan ini bukan berarti karena hukuman," tuturnya.
Pemerintah Korut sendiri menyatakan perombakan ini dilakukan agar dapat lebih fokus pada "isu penting untuk membuat tentara lebih siap berperang, mengingat situasi politik dan militer yang mengerikan di Semenanjung Korea."
Dalam pertemuan itu, Korut juga "menganalisis pergerakan militer dari para tersangka utama yang membuat situasi makin parah."
Mereka tak menjabarkan lebih lanjut pihak yang dianggap sebagai "tersangka" itu. Namun, para pakar menganggap kalimat itu merujuk pada Korea Selatan dan Amerika Serikat yang belakangan kian dekat.
Agenda pertemuan para pejabat Korut kali ini pun berfokus pada "membuat persiapan perang."
"Situasi saat ini, di mana kekuatan jahat semakin terang-terangan melakukan konfrontasi dengan Korut, [Korut] harus membuat tentara lebih positif, proaktif, dan memiliki keinginan tinggi mempersiapkan militer untuk perang."
(has/bac)