Majelis Parlemen Dewan Uni Eropa (Parliamentary Assembly of the Council of Europe/PACE) mengecap Presiden Rusia Vladimir Putin sebagai diktator lantaran mengubah konstitusi Rusia demi memperpanjang masa jabatannya.
Pernyataan itu diutarakan PACE kala Putin diyakini bakal ikut lagi pemilihan presiden Rusia pada 2024 mendatang meski telah menjadi Presiden Rusia sejak 2012 lalu. Sebelum itu, Putin bahkan menjadi Perdana Menteri Rusia dari 1999-2000, kembali menjadi Presiden Rusia pada 2000-2008, dan kembali menjadi PM dari 2008-2012.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kekuatan luar biasa presiden yang dihasilkan dari masa jabatan yang sangat panjang dikombinasikan dengan kurangnya checks and balances seperti parlemen yang kuat, peradilan yang independen, media yang bebas, dan masyarakat sipil yang dinamis telah mengubah Rusia menjadi kediktatoran secara de facto," kata para anggota majelis tersebut seperti dikutip dari situs PACE.
PACE bicara demikian menanggapi amandemen konstitusi Rusia yang diubah Putin pada Juli 2020. Perubahan itu menghapus batas masa jabatan presiden sehingga memungkinkan Putin berkuasa sampai 2036. Saat itu, Putin akan berusia 83 tahun.
PACE pun dengan suara bulat menyetujui rancangan resolusi dan menegaskan kembali kesimpulan Komisi Venesia bahwa "pengabaian batas masa jabatan untuk presiden yang berkuasa melanggar konstitusi Rusia dan prinsip-prinsip hukum internasional."
Mereka juga menyoroti agresi Rusia terhadap Ukraina berikut dampaknya yang menunjukkan bahwa kediktatoran tersebut merupakan ancaman bagi perdamaian dan keamanan internasional serta "integritas teritorial dan kemerdekaan politik negara tetangga" Rusia.
"Demi kepentingan pertama dan terutama rakyat Rusia, serta Eropa dan seluruh dunia, maka demokrasi harus dipulihkan di Rusia," demikian pernyataan PACE.
Dalam kesempatan itu, PACE juga menegaskan kembali dukungannya terkait pembentukan pengadilan pidana internasional khusus di masa depan untuk meminta pertanggungjawaban Rusia, termasuk Putin, atas tindakannya mulai dari aneksasi ilegal Crimea, perang di Donbas, hingga insiden Malaysia Airlines MH17 jatuh.
PACE bakal mengadakan debat penuh mengenai masalah ini bulan depan.
Sejak invasi Rusia di Ukraina mulai, sejumlah pihak mengecam keras Kremlin dan ramai-ramai menjatuhkan sanksi kepada Rusia.
Para menteri kehakiman Dewan Eropa, anggota, dan negara-negara pengamat sepakat mengadopsi deklarasi Prinsip Riga guna mendesak Rusia membayar kompensasi atas agresinya di Ukraina. Prinsip ini untuk memastikan reparasi didapatkan oleh semua pihak yang menderita akibat perang.
Bukan cuma Rusia, Presiden Putin pun turut terkena getah atas titahnya di Ukraina. Pengadilan Kriminal Internasional (International Criminal Court/ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan Putin kepada negara-negara anggota jika Putin menginjakkan kaki di negara mereka.
Beberapa negara pun bimbang karena perintah ICC tersebut. Sebab ada acara-acara penting yang mesti dihadiri Putin seperti BRICS di Afrika Selatan dan G20 2024 di Brasil.
Pada akhirnya, Putin tak menghadiri KTT BRICS pada 24 Agustus lalu.
(blq/rds)