Salah satu penyebab MFP dijegal yaitu karena janji mereka untuk mereformasi rezim militer.
Selama nyaris satu dekade, pemerintahan Thailand dibayangi kepemimpinan militer. Seolah membawa nafas baru, MFP pun berjanji mengakhiri hal-hal terkait rezim seperti wajib militer dan menghancurkan pusat-pusat "kekuatan monopoli" di Thailand.
Dilansir dari The Diplomat, MFP bahkan berani menyerukan perubahan terhadap undang-undang lese-majeste, langkah yang dinilai paling sensitif dan kontroversial.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Undang-undang lese-majeste merupakan UU yang mengkriminalisasi mereka yang mengkritik raja maupun keluarga kerajaan Negeri Gajah Putih. Pada akhir 2020 dan awal 2021, UU ini digunakan untuk menyasar penyelenggara demonstrasi pro-demokrasi.
Per 23 September lalu, MFP tak lagi dipimpin oleh Pita. Dalam rapat umum partai di hari yang sama, Chaithawat Tulathon terpilih menjadi pemimpin baru menggantikan Pita.
Pita mundur awal bulan ini karena ketidakpastian akan statusnya sebagai anggota parlemen. Meski begitu, ia tetap berada di MFP dengan menduduki posisi ketua dalam kelompok penasihat beranggotakan tiga orang yang baru dibentuk.
Sementara itu, posisi MFP sendiri saat ini menjadi oposisi pemerintah, demikian dikutip dari Al Jazeera.
(blq/bac)