Derita Tim Medis Pakai Truk Es Krim Tampung Jenazah di Jalur Gaza

CNN Indonesia
Minggu, 15 Okt 2023 18:30 WIB
Rumah sakit di Palestina sampai harus menggunakan truk es krim untuk menampung mayat karena ruang mayat sudah tak lagi bisa menampung korban jiwa. (Foto: REUTERS/MOHAMMED SALEM)
Jakarta, CNN Indonesia --

Truk es krim biasanya identik dengan kesenangan dan kebahagiaan bagi anak-anak, maupun orang dewasa. Namun, di Gaza, Palestina kondisi itu berbeda. 

Tiada lagi kebahagiaan yang terpancar ketika melihat truk es krim. Alih-alih kebahagiaan, truk es krim di Gaza kini menunjukkan kesedihan yang mendalam.  

Serangan membabi buta Israel ke wilayah Gaza, Palestina mengakibatkan ribuan korban jiwa melayang. Rumah sakit di Palestina bahkan sampai harus menggunakan truk es krim untuk menampung jenazah-jenazah tersebut karena ruang mayat sudah tak lagi bisa diisi.

Sampai dengan Minggu pagi (15/10) waktu setempat, sedikitnya 2.329 orang tewas dan 9.042 luka-luka selama delapan hari invasi Israel ke jalur Gaza, menurut Kementerian Kesehatan Palestina. Sementara dari kubu Israel, dilaporkan 1.300 orang tewas dalam serangan kelompok militan Hamas pekan lalu.

Mayat-mayat yang bergelimpangan itu membuat rumah sakit di Gaza kewalahan. Ruang penyimpanan jenazah sudah terlalu penuh, sehingga pihak RS menggunakan truk-truk es krim untuk menyimpan jenazah.

"Rumah sakit ini mencakup seluruh wilayah pemerintahan pusat. Kamar mayat rumah sakit ini kecil dan sempit, tidak mampu menampung jumlah korban tewas dan syuhada yang begitu banyak," demikian laporan Aljazeera, Minggu (15/10).

"Administrasi Rumah Sakit Al-Aqsha terpaksa membawa lemari pendingin makanan dari pabrik Al-Awda dan pabrik makanan untuk menyimpan jenazah para syuhada," lanjut mereka.

Laporan Aljazeera itu juga mengungkapkan bahwa kamar mayat di Palestina itu kolaps. Peralatan-peralatan medis tidak mencukupi dan berkualitas buruk.

"Situasinya benar-benar menyedihkan dan administrasi rumah sakit dalam keadaan kolaps. Layanan kesehatan, layanan pengawetan mayat, dan layanan kamar mayat semuanya lemah. Rumah sakit membutuhkan dukungan dan bantuan," lanjut laporan tersebut.

Belum ada tanda-tanda gencatan senjata dari kedua kubu yang berperang. Sementara itu, berdasarkan catatan Kementerian Kesehatan Palestina, sedikitnya 300 orang tewas dan 800 lainnya luka-luka dalam kurun waktu 24 jam hingga dini hari.

Sebagian besar korban adalah perempuan dan anak-anak.

Kekhawatiran terhadap nasib warga sipil di Gaza juga semakin meningkat seiring pernyataan Israel yang menyatakan bahwa mereka sedang bersiap-siap untuk melakukan tahap selanjutnya dalam perangnya dengan Hamas.

Ini juga termasuk serangan yang lebih luas dan "operasi darat yang signifikan."

"Tak ada tempat aman di Gaza"

Serangan Israel yang semakin membabi buta membuat warga Jalur Gaza menghadapi situasi yang kian pelik. Belum lagi, mereka menghadapi potensi pemadaman listrik dan "ketidakmampuan untuk mendapatkan kebutuhan dasar," kata Shaina Low, penasihat komunikasi Dewan Pengungsi Norwegia

Shaina Low mengatakan seorang rekannya yang baru saja mengungsi ke selatan Gaza mengalami kekurangan makanan dan kesulitan menemukan kebutuhan dasar lainnya seperti air. Ia mengatakan rekannya juga mengalami serangan udara di dekatnya, meskipun telah pindah ke selatan.

Pasukan Pertahanan Israel (IDF) telah menyarankan warga sipil untuk mengungsi ke Gaza selatan karena aktivitas militer terus berlanjut di wilayah tersebut.

"Tidak ada tempat yang aman di Gaza. Beberapa orang terbunuh ketika mencoba melakukan perjalanan ke selatan, dan yang lainnya masih menghadapi pengeboman, bahkan ketika mereka telah direlokasi ke selatan," kata Low, mengutip CNN

Kehidupan di Gaza sebelumnya sudah cukup menantang, kata Low, tetapi konflik hanya memperburuk keadaan.

"Bahkan sebelum perang ini, Gaza menghadapi krisis kemanusiaan, [dengan] tingkat kemiskinan lebih dari 50 persen [dan] sepertiga penduduknya hidup dalam kemiskinan ekstrem," kata Low.

Beberapa anggota tim Low dalam organisasi kemanusiaannya telah mengungsi, sementara yang lain memilih untuk tetap tinggal karena "mereka tidak memiliki tempat untuk pergi di selatan," kata Low.

"Mereka khawatir karena kurangnya fasilitas yang mampu menampung gelombang kedatangan orang. Yang lainnya bahkan kesulitan mencari transportasi karena jumlah keluarga mereka sangat besar," kata Low.

Dengan kurangnya sumber daya dan berkurangnya bahan bakar, Low mengatakan bahwa timnya menghadapi kesulitan untuk beroperasi. Low mengatakan bahwa lingkungannya, yang sebelumnya "ramai", telah menjadi "sunyi senyap" dalam seminggu terakhir ini.

"Sekarang yang saya dengar selain kesunyian yang menakutkan ini sering kali hanya suara pesawat tempur yang melintas di atas kepala, menuju ke Gaza atau mengawasi daerah tersebut. Kehidupan di sini tidak terasa normal. Rasanya orang-orang mengantisipasi kemungkinan terburuk," pungkasnya.



(tim/dmi)


KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK