Warga Prancis melakukan aksi memprotes pemerintah Presiden Emmanuel Macron, karena melarang demo mendukung Palestina.
Messika Medjoub (20), seorang mahasiswa sejarah Prancis-Aljazair, mengaku ikut aksi protes di Paris pada Kamis (19/10) karena tak terima dibungkam pemerintah Macron.
Dalam protesnya, Medjoub mengaku hanya ingin menyuarakan dukungan terhadap warga yang mengalami krisis kemanusiaan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, karena Macron melarang, ia dan sejumlah pihak pun kini takut bersuara lantaran takut dituduh mendukung aksi terorisme, seperti narasi yang disampaikan pemerintah Prancis.
"Kami takut, kami khawatir dituduh membenarkan terorisme, ketika kami hanya ingin mendukung tujuan kemanusiaan," kata Medjoub, seperti dikutip Reuters.
Aksi protes Medjoub itu sendiri langsung dibubarkan oleh polisi dengan tembakan gas air mata dan meriam air.
Beberapa orang yang bicara kepada Reuters mengatakan langkah pemerintah mencegah pertemuan bagi warga Palestina ini tidak adil, namun juga tidak mengejutkan.
"Pemerintah bersikap lunak terhadap kejahatan yang dilakukan Israel. Mereka bersikap bias dan mereka menunjukkannya," kata Hortense La Chance, seorang juru masak berusia 32 tahun.
Menteri Dalam Negeri Prancis Gerald Darmanin pada pekan lalu memberlakukan larangan nasional terhadap demo pro-Palestina. Ia beralasan ingin menghindari kekacauan publik.
Setidaknya sembilan protes telah dilarang di Prancis sejak 7 Oktober lalu.
Konflik di Jalur Gaza, Palestina, sendiri meletus sejak 7 Oktober. Saat itu, milisi Hamas menyerang kota-kota di Israel hingga membuat Tel Aviv berang dan balas menyerbu secara brutal.
Seiring dengan perang ini, Prancis sebagai pendukung Israel mengeluarkan larangan kumpul-kumpul bagi mereka yang mendeklarasikan diri sebagai pro-Palestina. Sejak 12 Oktober, pemerintah Prancis telah menjatuhkan 827 denda dan menangkap 43 orang.
Menurut Darmanin, sebanyak 327 aksi antisemit telah terjadi di Prancis sejak 7 Oktober. Sebanyak 183 orang ditangkap karena antisemitisme.
Protes ini sendiri tidak cuma terjadi di Prancis, tetapi juga di Jerman. Polisi Berlin melarang tujuh izin protes, salah satunya dari kelompok yang menamakan diri Yahudi Berlin Melawan Kekerasan Timur Tengah.
Setidaknya 190 orang telah ditangkap dalam protes tersebut.
Menurut pemerintah Prancis dan Jerman, mereka perlu melindungi komunitas Yahudi di wilayah masing-masing mengingat eskalasi kekerasan antisemit sejak perang pecah.
Di Jerman, larangan ini diberlakukan lantaran masalah ini sangat sensitif imbas peristiwa Holocaust oleh Nazi di masa lalu.
"Sejarah kami, tanggung jawab kami atas Holocaust menjadikannya tugas kami setiap saat untuk membela keberadaan dan keamanan Israel," kata Kanselir Jerman Olaf Scholz pekan lalu.
Prancis dan Jerman sendiri merupakan rumah bagi komunitas Yahudi dan Muslim terbesar di Uni Eropa.
Selain kedua negara itu, Hungaria dan Austria juga telah melarang protes pro-Palestina sejak 7 Oktober lalu. Meski begitu, sebagian besar warga Eropa melakukan demonstrasi besar-besaran mendukung Palestina.