Menurut Rezasyah, selain takut konflik meluas ke negara-negara Arab, masyarakat Barat juga menggelar demo pro-Palestina lantaran citizen journalism atau jurnalisme warga yang kian merebak "sehingga membuat masyarakat di berbagai belahan bumi mendapatkan alternatif informasi secara lebih adil dan berimbang."
Lebih dari itu, ia menilai kesadaran "batiniah" dan HAM juga menurutnya jadi salah satu penyebab warga Barat menyuarakan dukungan ke Palestina.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Masyarakat Eropa yang kesadaran batiniah dan HAM secara mulai meninggi tersebut akhirnya sadar, jika mereka hendaknya menjadi bagian dari penyelesaian masalah, dan tak lagi mengikuti Amerika Serikat dan Israel, yang selama ini merupakan bagian dari masalah," tuturnya.
Senada, pakar kajian Timur Tengah dari Universitas Indonesia, Sya'roni Rofii, juga mengatakan demonstrasi mendukung Palestina di Barat merupakan potret solidaritas yang kian nyata terhadap Palestina.
Sya'roni menilai isu Palestina saat ini tak lagi dilihat sebagai persoalan agama. Sebaliknya, masalah ini sudah dipandang sebagai isu kemanusiaan.
"Saya kira itu memang menjadi salah satu potret solidaritas terhadap Palestina karena belakangan isu penyerangan Israel terhadap Palestina itu sudah mengundang simpati banyak kalangan tidak hanya kelompok Muslim tapi juga kelompok pro kemanusiaan seperti [Gretta] Thunberg salah satu gadis asal Swedia yang pro terhadap lingkungan. Dia juga ikut demonstrasi menyampaikan pandangan terkait isu Palestina," kata Sya'roni kepada CNNIndonesia.com.
Sya'roni juga menuturkan budaya kebebasan berekspresi di Amerika dan Eropa juga menjadi salah satu alasan demonstrasi menjadi "tradisi" di sana.
"Sehingga yang ada di negara-negara Barat adalah diberikan ruang untuk berbeda, diberikan ruang untuk berekspresi dan menyatakan pendapat sehingga ada kebijakan bahwa kalau komunitas tidak setuju, mereka mengekspresikannya dengan demonstrasi," ucap Sya'roni.
Di Barat, aksi demonstrasi memang diizinkan untuk melontarkan kritik atau sekadar memberikan pandangan yang berbeda. Namun, tidak semua jenis demonstrasi dibolehkan.
Demonstrasi mendukung Palestina nyatanya dilarang di sejumlah negara seperti Prancis, Jerman, hingga Inggris.
Prancis melarang karena tak mau ada kekacauan publik. Kemudian Jerman karena ada tanggung jawab peristiwa Holocaust terhadap kaum Yahudi.
Sementara itu, Inggris karena menganggapnya sebagai dukungan terhadap terorisme. Pada 2021, Inggris sepakat menetapkan Hamas sebagai organisasi teroris.
Meski dilarang, masyarakat di negara-negara tersebut masih ada yang berunjuk rasa mendukung perjuangan Palestina. Di Jerman, misalnya, demonstran bahkan sempat bentrok dengan aparat kepolisian kala beraksi.
Terkait hal ini, Sya'roni percaya bahwa masyarakat di negara-negara itu punya pandangan politiknya masing-masing. Komunitas Muslim di Eropa pun, kata Sya'roni, diisi warga negara setempat sehingga memiliki posisi strategis dan hak yang sah untuk menyatakan pendapat.
"Mereka memiliki pandangan politiknya. Kalau pemerintah punya pandangan politik berbeda, itu urusan pemerintah. Tapi masyarakat memiliki pandangannya sendiri," ucap Sya'roni.
(blq/bac)