Alasan AS Kucurkan Rp228 T Bantu Israel yang Masih Agresi Palestina
Amerika Serikat berencana memberikan bantuan US$14,3 miliar atau Rp228 triliun untuk membantu Israel yang tengah berperang dengan Hamas Palestina sejak 7 Oktober lalu.
Paket bantuan untuk Israel itu termasuk US$10,6 miliar berupa dukungan pertahanan udara dan rudal hingga dana untuk perusahaan pertahanan dan pemasok.
Jumlah tersebut merupakan usulan bantuan dari Presiden AS Joe Biden terkait pertahanan. Dia mengusulkan bantuan sebesar US$106 miliar untuk Israel, Ukraina, hingga perbatasan AS-Meksiko.
Jadi apa alasan AS ngotot mendanai Israel di tengah gempuran habis-habisan negara Zionis itu ke Gaza yang telah menewaskan lebih dari 8.500 orang termasuk lebih dari 3.000 anak-anak Palestina?
Dalam pidatonya, Biden mengatakan konflik Israel-Hamas dan perang Rusia-Ukraina saling memiliki keterkaitan.
"[Hamas dan Presiden Vladimir Putin] merepresentasikan ancaman beda, tetapi keduanya memiliki kesamaan: keduanya ingin memusnahkan sepenuhnya demokrasi di negara tetangga, memusnahkan sepenuhnya," kata Biden.
Biden mengatakan jika AS meninggalkan Ukraina dan membiarkan Rusia mencaplok negara itu, maka calon agresor di seluruh dunia akan berani melakukan tindakan sama.
"Risiko konflik dan kekacauan bisa menyebar ke belahan dunia lain, di Indo-Pasifik, di Timur Tengah, khususnya di Timur Tengah," kata Biden seperti dikutip The Guardian.
Di kesempatan terpisah, Biden bersumpah AS akan berdiri bersama Israel, seperti yang sudah-sudah. AS memang sekutu dekat Israel
AS dan Israel memiliki hubungan dekat sejak 1948. Negeri Paman Sam ini bahkan menjadi negara pertama yang mengakui Israel di PBB.
Begitu dekat kedua negara ini, setiap tahun, AS juga menyediakan bantuan militer hingga miliaran dolar ke Israel, demikian dikutip CNN. AS juga kerap memveto setiap resolusi di PBB yang menyudutkan Israel dalam konflik dengan Palestina.
Sejak Perang Dunia II, AS mengirim bantuan ekonomi dan militer lebih dari US$260 miliar, sementara US$10 miliar untuk sistem pertahanan rudal, demikian dikutip US News.
Terlepas dari itu, di AS terdapat sejumlah organisasi yang mengadvokasi dukungan mereka terhadap Israel. Organisasi terbesar dan terkuat secara politik adalah American Israel Public Affairs Committee (AIPAC).
Anggota AIPAC punya pengaruh melalui organisasi akar rumput, advokasi, dan penggalangan dana di kalangan Yahudi Amerika di AS.
Tiap tahun, AIPAC juga menggelar konferensi di Washington DC. Biasanya forum ini dihadiri 2.000 peserta termasuk para politisi terkemuka.
Perdana Menteri Benjamin Netanyahu merupakan peserta tetap forum ini. Eks presiden AS Donald Trump, hingga Biden juga tampak muncul di pertemuan tersebut, dikutip Al Jazeera.
Pada 2022, AIPAC menggelontorkan jutaan dolar untuk mempengaruhi pemilihan pendahuluan Kongres Partai Demokrat.
Dana yang dikeluarkan AIPAC fokus untuk memblokir kandidat perempuan yang jika terpilih kemungkinan besar akan bergabung dengan "Pasukan" anggota Kongres progresif yang kritis terhadap Israel, demikian dikutip The Guardian.
Langkah itu muncul karena AIPAC khawatir dukungan AS ke Israel bisa bergeser menjadi dukungan ke Palestina.
Partai Demokrat juga memiliki organisasi pro-Israel bernama J Street. Kelompok ini juga menjadi saingan AIPAC.
Selama kampanye 2020, J Street menyumbang US$30,95 juta ke kandidat politik federal. Dari jumlah ini, 60 persen disumbangkan ke partai demokrat, dan 36 persen ke Republik.
(isa/rds)