Sementara itu, menurut pakar hukum internasional dari Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana, tak ada sanksi yang bisa dijatuhkan kepada Israel apabila negara itu menentang DK PBB.
Menurut Hikmahanto, resolusi DK PBB sendiri tidak memiliki kekuatan yang signifikan sehingga Israel jelas tidak akan tunduk pada keputusan itu.
"Permasalahan terbesar dari resolusi DK tersebut adalah pemaksaannya bila Israel tidak mau tunduk. Menurut saya, meski AS tidak memveto, namun AS kan abstain. Artinya AS tidak akan lakukan upaya paksa bila Israel tidak menghentikan serangan ke Gaza," kata Hikmahanto kepada CNNIndonesia.com.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Senada, pengamat hubungan internasional dari Universitas Indonesia, Broto Wardoyo, mengatakan Israel tidak akan bisa dijatuhi sanksi, meski "secara teori bisa."
Broto berujar respons Israel sudah jelas bahwa mereka ingin melanjutkan agresi militer di Gaza. Sikap Israel ini pun nantinya akan dilaporkan kembali ke Dewan Keamanan untuk kemudian diambil langkah lebih lanjut.
"Nah ini loophole yang akan bisa dimanfaatkan oleh AS untuk tidak memberikan sanksi atau tekanan apapun," ucap Broto kepada CNNIndonesia.com.
Kendati begitu, Broto menilai sikap AS untuk tidak memveto dan memilih abstain sudah memperlihatkan bahwa Washington "mulai mempertimbangkan situasinya [yang] sudah genting."
Dia pun menilai resolusi kali ini setidaknya cukup signifikan meski hanya menggunakan istilah "jeda kemanusiaan".
"Gencatan senjata punya harga politik. [Sementara] jeda kemanusiaan lebih netral dan fokusnya jelas pada kemanusiaan," ucap Broto.
Menurut Rezasyah, segera setelah resolusi ini, Israel mau tak mau akan melakukan gencatan senjata di Jalur Gaza.
Ia menilai gencatan senjata akan terwujud "dengan sendirinya [sekitar] dua minggu" lagi.
"Karena pada awal Desember, 4 negara pemilik veto dan negara-negara Uni Eropa ingin menjalani Natal dengan tenang, tanpa perlu lagi melihat kesengsaraan dan kematian di Palestina," ujarnya.
Kendati begitu, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berulang kali bersumpah bahwa agresinya di Gaza akan berlangsung "panjang dan sulit."
Netanyahu pun terus menyuarakan bahwa negaranya akan memenangkan situasi ini.
Agresi Israel di Gaza hingga Rabu (15/11) telah menewaskan lebih dari 11.500 orang. Lebih dari 4.700 orang di antaranya merupakan anak-anak dan 3.160 perempuan.
Saat ini, Israel secara terang-terangan menyerang rumah sakit-rumah sakit di Gaza. Tel Aviv mengklaim milisi Hamas memiliki markas komando di bawah bangunan fasilitas medis, terutama Rumah Sakit Al Shifa.
Namun, Hamas dan pengelola RS Al Shifa membantah keras tuduhan tersebut.
(rds)