Semakin banyak warga Korea Selatan, termasuk anak di bawah umur, menjadi korban kejahatan seks deepfake, salah satu tipe dari kecerdasan buatan (AI) yang digunakan untuk membuat foto, audio, video hoax yang cukup meyakinkan.
Hal itu diketahui setelah viral sejumlah chat rooms atau ruang obrolan di Telegram diduga membuat dan mendistribusikan materi pornografi deepfake yang memicu ketakutan dan kemarahan di Korea Selatan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kantor berita Yonhap pada Senin (26/8) memberitakan, banyak korban ruang obrolan itu masih di bawah umur, seperti siswa SMP, SMA, ada juga mahasiswa, guru, bahkan anggota militer.
Salah satu ruang obrolan yang berisikan pornografi deepfake itu memiliki lebih dari 133 ribu anggota. Nama chat rooms terbagi berdasarkan lebih dari 100 nama universitas yang berada di Korea Selatan.
Salah satu chat room viral ketika pelaku yang baru-baru ini menjadikan mahasiswa dan lulusan Universitas Inha, Incheon korban deepfake pornografi. Polisi sudah melakukan penyelidikan lebih lanjut atas kasus tersebut.
"Sangat memprihatinkan bahwa video tersebut tidak hanya dibuat untuk siswa tetapi juga guru, dan menyebar di kalangan pemuda yang paham teknologi," kata Kim Bong-sik, kepala Badan Kepolisian Metropolitan Seoul.
Menurut Badan Kepolisian Nasional, 297 kasus kejahatan eksploitasi seksual deepfake di Korea Selatan dilaporkan dari Januari hingga Juli. Di antara 178 orang yang didakwa, 73,6 persen, atau 113 orang, diketahui adalah remaja.
Di Seoul, 10 remaja berusia 14 tahun atau lebih sudah ditangkap atas kejahatan deepfake dalam periode Januari hingga Juli 2024.
Temuan tersebut membuat dewan siswa dari beberapa sekolah di Seoul dan Provinsi Gyeonggi, termasuk SMA Desain Hongik, mengeluarkan peringatan tentang potensi risiko kejahatan seks deepfake.
"Saat ini, gambar deepfake yang menggunakan foto siswa Sekolah Menengah Atas Desain Hongik dan informasi pribadi mereka dibagikan di Telegram," bunyi peringatan itu.
Peringatan tersebut turut mendesak siswa untuk menghapus atau menghindari memposting foto diri mereka secara daring guna mencegah menjadi korban kejahatan deepfake.
Kejahatan itu juga membuat banyak perempuan, warga sipil lainnya, dilanda ketakutan hingga menghapus seluruh swafoto di media sosial mereka supaya tak menjadi korban deepfake.
Lanjut ke sebelah...