Bos Hamas Yahya Sinwar Kirim Surat ke Pemimpin Hizbullah, Apa Isinya?
Bos Hamas, Yahya Sinwar, akhirnya 'muncul' usai hampir setahun ada dalam persembunyian.
Pemimpin politik Hamas itu tak terlihat sejak perang pecah antara Israel dan Hamas pada Oktober 2023 lalu. Sinwar diduga berlindung di bawah tanah di Gaza.
Lihat Juga : |
Kabar Sinwar juga tak terdengar, setidaknya selama hampir setahun. Namun, pekan ini ia tampak rajin mengeluarkan pernyataan kepada publik.
Pada Selasa (10/9) lalu ia mengeluarkan pernyataan pertamanya semenjak serangan Israel. Pada saluran Telegram Hamas, Sinwar diklaim mengucapkan selamat kepada Presiden Aljazair Abdelmadjid Tebboune atas kemenangan dalam pemilihan presiden (pilpres).
Tepat keesokan harinya, Kantor Hamas mengatakan Sinwar menulis surat ucapan terima kasih kepada mereka yang menyampaikan belasungkawa atas kematian Ismail Haniyeh.
Sinwar juga diklaim mengirim surat kepada Pemimpin Hizbullah Hassan Nasrallah pada Jumat (13/9).
Kelompok militan Lebanon itu mengklaim Sinwar menegaskan komitmennya untuk tetap memerangi Israel. Sang pemimpin Hamas juga disebut mendukung eksistensi Poros Perlawanan untuk menghadapi Zionis.
Lihat Juga : |
"Ia (Sinwar) mencoba mengatakan bahwa saya di sini, saya hidup, saya memegang kendali penuh. Saya (Sinwar) terus mendapatkan informasi terkini dan menyadari segala hal yang terjadi di luar Gaza," ucap penulis dan analis dari Gaza, Muhammad Shehada, dikutip dari CNN, Sabtu (14/9).
"Ia ingin menunjukkan bahwa dirinya mampu beroperasi di berbagai bidang, yakni urusan domestik--medan perang di Gaza--dan urusan diplomatik--mediasi," tambahnya.
Shehada mencoba memetakan tiga tujuan utama surat-surat yang diduga ditulis Sinwar.
Pertama, surat tersebut ditujukan kepada Israel. Yahya Sinwar ingin mengatakan dirinya tetap bisa bekerja tanpa gangguan meski Israel terus memburunya.
Kedua, Shehada menyebut surat-surat Sinwar ditujukan kepada Hamas. Ini terutama bagi mereka yang masih ragu dalam gerakan membela Palestina.
Ketiga, ada kemungkinan surat tersebut menjadi pesan untuk mediator, seperti Qatar, Amerika Serikat (AS), dan Mesir. Shehada menyebut ini sebagai respons atas keraguan negara-negara tersebut, apakah Sinwar bisa menjalankan kepemimpinannya dari terowongan Gaza.
Yahya Sinwar diangkat menjadi pemimpin politik Hamas setelah Haniyeh dibunuh di ibu kota Iran, Teheran, pada Juli 2024 lalu. Dibanding para pendahulunya, ia dianggap lebih keras kepala dalam berurusan dengan Israel.