Setahun setelah invasi besar-besaran ke Beirut, tepatnya pada 1983, Israel memutuskan mundur dari Lebanon. Namun, Negeri Zionis dengan bantuan tentara sekutunya, tetap mempertahankan pasukan militernya di wilayah Lebanon selatan.
Merespons hal ini, Lebanon tidak mau tinggal diam. Mereka bersama kelompok milisi Hizbullah yang baru berdiri pada 1982 mencoba balas dendam kepada Israel dengan melancarkan serangan pada 1985, seperti dikutip Reuters.
Dari sinilah perang Hizbullah dan Israel seperti yang saat ini sedang terjadi dimulai.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Serangan Hizbullah ke Israel ini terus dilakukan hingga 1996. Imbasnya, saat itu, militer Israel melakukan operasi militer bernama Grape of Wrath.
Operasi Grape of Wrath ini dilakukan selama 17 hari. Dilansir Reuters, operasi ini menewaskan lebih dari 200 orang di Lebanon. Dari jumlah tersebut, sebanyak 102 orang yang tewas ketika Israel menembaki pangkalan PBB di dekat Desa Qana, Lebanon selatan.
Pada 2000, Israel memutuskan untuk menarik pasukan militernya dari Lebanon selatan. Israel menarik pasukannya usai menduduki wilayah tersebut selama kurang lebih 22 tahun, seperti dikutip Reuters.
Pada Juli 2006, Hizbullah memaksa masuk ke wilayah perbatasan Israel untuk menculik dan membunuh tentara Israel. Tindakan berani ini membuat perang antara Israel dan Hizbullah meletus selama 5 minggu.
Dalam pertempuran itu, Israel mencoba menyerang benteng Hizbullah dan merusak fasilitas nasional di Lebanon. Sementara itu, sebagian pasukan Israel lainnya menggempur Lebanon selatan dengan melancarkan serangan udara ke daerah tersebut, seperti dikutip Reuters.
Pada akhirnya, pertempuran ini pun dimenangkan oleh Hizbullah. Dilansir Reuters, mereka mengklaim kemenangan ini sebagai 'Kemenangan Ilahi'.
Dalam peristiwa pertempuran Israel-Hizbullah ini, setidaknya sebanyak 1.200 orang di Lebanon, sebagian besar warga 158 warga Israel, dan sebagian besar tentara dari kedua belah pihak dinyatakan tewas.
Pada 2023, konflik antara Israel dan Hizbullah kembali memanas. Hizbullah kembali melancarkan invasi ke Israel sehari setelah milisi Hamas Palestina melakukan invasi ke Negeri Zionis tersebut.
Hizbullah menyerang Israel utara. Sementara itu, Israel melakukan balas dendam dengan menyerang Lembah Beka yang terletak di Lebanon selatan. Dalam insiden saling serang ini, puluhan ribu warga Lebanon terpaksa mengungsi untuk menghindari dampak dan korban jiwa, seperti dikutip Reuters.
Hizbullah mengatakan bahwa serangan terhadap Israel dilakukan sebagai bentuk solidaritas mereka kepada Palestina, seperti dikutip Reuters. Hizbullah berniat balas dendam kepada Israel usai mereka mengebom warga Palestina di Gaza.
Peristiwa perang Israel-Hizbullah kemudian mencapai puncaknya pada 2024. Pada Juli lalu, terjadi sebuah serangan di Dataran Tinggi Golan Israel yang menewaskan setidaknya 12 pemuda.
Hizbullah membantah terlibat dalam serangan tersebut. Namun, Israel tetap membalaskan dendamnya dengan membunuh komandan senior Hizbullah di Beirut, seperti dikutip Reuters.
Pada Agustus, Hizbullah melancarkan serangan balas dendam dengan menembakkan roket dan rudal ke arah pangkalan militer Israel yang terletak di Tel Aviv utara.
Peristiwa saling serang ini pun semakin memanas ketika memasuki bulan September. Israel diduga menyadap pager dan walkie talkie yang merupakan alat komunikasi andalan Hizbullah. Peristiwa ini menyebabkan pager Hizbullah meledak serentak pada Selasa (17/9), sedangkan walkie talkie milik mereka meledak pada (18/9).
Dilansir Reuters, peristiwa ini menewaskan puluhan orang di Lebanon, termasuk salah satu komandan senior Hizbullah.
Tidak sampai di situ, Israel kemudian kembali melakukan serangan ke markas Hizbullah yang terletak di Lebanon selatan pada Senin (23/9). Peristiwa serangan yang menewaskan lebih dari 500 orang ini menjadi serangan Israel ke Hizbullah paling parah sejak 2006, seperti dikutip Reuters.
Selain itu, serangan ini juga membuat ribuan warga Lebanon kini terpaksa mengungsi ke tempat yang lebih aman.
(gas/bac)