Bagaimana Nasib Iran setelah Trump Bakal Jadi Presiden AS Lagi?

CNN Indonesia
Jumat, 08 Nov 2024 11:20 WIB
Trump diperkirakan bakal makin tekan Iran soal nuklir, tapi dorong normalisasi hubungan Iran dengan negara-negara Barat.
Ilustrasi. Menakar hubungan Iran-AS di bawah kepemimpinan Donald Trump. Foto: Reuters
Jakarta, CNN Indonesia --

Hubungan Amerika Serikat dengan Iran menjadi salah satu sorotan, setelah Donald Trump memenangkan pilpres pada Rabu (6/11). 

Trump keluar sebagai pemenang Pilpres AS setelah berhasil meraih suara popular terbanyak sekaligus meraup suara elektoral lebih dari ambang batas minimal yang ditetapkan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Lantas, bagaimana nasib Iran usai Trump bakal jadi Presiden AS lagi?

Trump bakal larang nuklir Iran

Secara umum, hubungan antara Amerika Serikat dan Iran terbilang tidak harmonis. Sebab, AS merupakan salah satu negara yang paling vokal menentang kebijakan pengembangan nuklir negara tersebut.

Saat masih menjabat sebagai Presiden Amerika Serikat pada 2016 hingga 2020, Donald Trump juga menjadi salah satu pemimpin dunia yang paling vokal menentang kebijakan pengembangan nuklir Iran.

Pada 2018, Trump menarik AS dari kesepakatan perjanjian pengembangan nuklir dengan Iran.

Saat itu, AS malah berbalik arah menentang kebijakan nuklir negara mayoritas Islam Syiah tersebut. Sebab, Trump saat itu menganggap pengembangan senjata nuklir Iran bisa membahayakan keamanan global.

Pakar Kebijakan Nuklir dan Keamanan Timur Tengah Universitas Princeton, Sayyid Hossein Mousavian, mengatakan Trump bakal lebih vokal menentang nuklir Iran karena sudah terpilih menjadi presiden.

Selain itu, menurut Mousavian, Trump juga bakal lebih vokal menentang serangan Iran ke Israel. Sebab, Trump sudah berjanji dalam kampanyenya bahwa ia akan meredakan konflik di Timur Tengah, termasuk konflik antara Israel dan Iran yang saat ini sedang mencapai titik eskalasi.

"Trump memiliki kesempatan untuk mengakhiri perang Israel melawan Gaza dan Lebanon serta mengekang konfrontasi militer antara Israel dan Iran," tulis Mousavian dalam artikel opininya yang dirilis Middle East Eye pada Kamis (6/11).

Normalisasi hubungan dengan negara Barat

Lebih lanjut, menurut Mousavian, Donald Trump juga bakal mendorong Iran untuk menormalisasi hubungannya dengan AS dan dengan negara-negara Barat.

Sebab, kata dia, stabilitas di Kawasan Timur Tengah tidak hanya memerlukan keharmonisan hubungan di antara Iran dan negara-negara di Timteng saja, tetapi juga membutuhkan keharmonisan antara Iran dan negara-negara Barat.

"Stabilitas dan keamanan di Timur Tengah memerlukan diakhirinya permusuhan yang sedang berlangsung antara Iran dan dunia Barat," tulis Mousavian.

Apalagi, AS juga punya NATO yang akan senantiasa membantunya dalam meredam Iran jikalau negara tersebut 'macam-macam' dengan kemampuan nuklirnya.

Akan tetapi, dorongan Trump kepada Iran untuk menormalisasi hubungannya dengan negara-negara Barat tidaklah mudah. Sebab Iran di bawah tampuk kepemimpinan Ayatollah Ali Khamenei sudah berjanji tidak akan berdamai dengan Barat.

Menurut Khamenei, perdamaian dengan negara Barat hanya akan membuat Iran terjerumus ke dalam lembah kesengsaraan.

"Tidak akan ada perundingan dan tidak ada perang. Bernegosiasi dengan orang-orang yang mengingkari janji, yang mengingkari komitmen, dan yang tidak berkomitmen pada apa pun. Mereka (negara Barat) tidak berkomitmen pada moralitas, legalitas, konvensi internasional, dan apa pun," kata Khamenei.

Oleh karena itu, menurut amatan Mousavian, Trump benar-benar harus kerja ekstra keras untuk membuat Iran tunduk kepada AS.

Trump benar-benar harus membuat Iran mau melakukan normalisasi hubungan dengan negara-negara Barat yang selama ini mereka anggap sebagai musuh bebuyutan.



(gas/dna)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER