Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia (Kemlu RI) menyesalkan kegagalan Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) mengesahkan resolusi untuk gencatan senjata di Jalur Gaza Palestina.
Dalam pernyataan resmi pada Kamis (21/11), Kemlu RI menyebut kegagalan DK PBB mendorong gencatan senjata dan pembebasan para sandera akan menghambat proses perdamaian serta memperparah penderitaan rakyat Palestina.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kegagalan tersebut menghambat proses perdamaian dan makin memperparah penderitaan rakyat Palestina," demikian pernyataan Kemlu RI melalui unggahan di X, Kamis (21/11).
Kemlu RI pun mendesak komunitas internasional untuk mengambil semua langkah yang diperlukan demi tercapainya gencatan senjata permanen di Jalur Gaza.
"[Serta agar tercapainya] akses dan penyaluran bantuan kemanusiaan yang tidak terhambat bagi warga Palestina," demikian pernyataan Kemlu RI.
DK PBB gagal mengesahkan rancangan resolusi yang menyerukan gencatan senjata segera di Jalur Gaza, Palestina.
Amerika Serikat memveto pemungutan suara yang dilakukan pada Rabu (20/11) tersebut.
"Kami menyesalkan bahwa Dewan tidak mengakomodasi bahasa kompromi yang diajukan oleh Inggris untuk menjembatani perbedaan yang ada... Dengan bahasa itu, resolusi ini seharusnya dapat diadopsi," kata Wakil Duta Besar AS untuk PBB, Robert Wood, usai voting DK PBB berakhir seperti dikutip AFP.
Padahal, seluruh negara anggota DK PBB, baik anggota permanen maupun non-permanen, mendukung resolusi yang diharapkan mampu segera menghentikan agresi brutal Israel ke Jalur Gaza yang telah meluas ke Lebanon ini.
Draf resolusi itu sendiri berisi tuntutan untuk "gencatan senjata segera, tanpa syarat, dan permanen" antara Israel dan Hamas di Gaza. Dokumen itu juga mendesak Hamas membebaskan segera dan tanpa syarat atas semua sandera sebagai bagian dari perjanjian gencatan senjata.
Sejak awal agresi brutal Israel ke Jalur Gaza berlangsung, Dewan Keamanan PBB memang kesulitan mencapai kesepakatan bersama terkait seruan gencatan senjata di jalur Gaza. Sebab, Amerika Serikat beberapa kali menggunakan hak vetonya.
Kementerian Kesehatan di Gaza melaporkan jumlah korban tewas akibat agresi brutal di Israel sejak Oktober 2023 lalu telah mencapai 43.985 orang. Sebagian besar korban merupakan perempuan dan anak-anak.
(blq/dna)