Perang Israel-Iran, Bagaimana Nasib Khamenei, Netanyahu & Trump?

CNN Indonesia
Rabu, 02 Jul 2025 12:25 WIB
Daftar Isi
Jakarta, CNN Indonesia --

Perang Iran dan Israel mengguncang kawasan Timur Tengah, sejumlah pihak kini menyoroti dampak politik terhadap para pemimpin yang terlibat.

Pakar Hubungan Internasioal dan Politik Timur Tengah dari Queen Mary University of London, Christopher Philips, menyampaikan pandangannya dalam wawancara eksklusif bersama CNN Indonesia.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia menyoroti tiga sosok utama dalam konflik ini. Mereka adalah pemimpin tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, dan Presiden Amerika Serikat Donald Trump.

Khamenei dan masa depan Iran

Menurut Phillips, masa depan politik Iran sangat terkait dengan usia Khamenei yang kini telah menginjak 86 tahun.

Ia menilai bahwa konflik terakhir ini membuka ruang bagi pembicaraan soal suksesi kepemimpinan yang selama ini mengarah tabu di Iran.

"Beberapa pakar Iran yang saya ikuti berspekulasi bahwa kejadian ini makin melemahkan tokoh-tokoh tua dalam rezim Iran. Akan ada suara-suara yang mendorong rencana suksesi yang lebih jelas," kata Phillips.

Ia menyebut kemungkinan Iran merekayasa pengunduran diri Khamenei sebelum wafat sebagai skenario yang sangat revolusioner dari preseden sebelumnya, dimana Ayatollah Khomeini wafat dalam jabatan pada 1989.

Namun, tekanan internal dan dinamika politik pasca-konflik mungkin membuat pembicaraan mengenai suksesi menjadi lebih terbuka.

Trump Masih Aman?

Sedangkan di AS, posisi Trump dinilai Phillips relatif aman secara politik.

Meski mendapat sorotan karena memerintahkan serangan militer terhadap Iran tanpa persetujuan Kongres, ia menyebut upaya pemakzulan sangat kecil kemungkinanya untuk berhasil.

"Partai Republik pro-Trump masih mendominasi baik di DPR maupun Senat. Maka, meski secara teori bisa dianggap inkonstitusional, upaya pemakzulan akan sangat sulit dilakukan," jelasnya.

Phillips juga menyebut karakter Trump yang selama ini dikenal sering melanggar norma politik membuatnya merasa bertindak secara luas tanpa konsekuensi langsung.

"Trump sering menggunakan minimnya kritik sebagai pembenaran untuk mengulang tindakan serupa di masa depan," ujar Phillips.

Netanyahu dalam tekanan

Berbeda dengan Khamenei dan Trump, Netanyahu dinilai sebagai sosok yang paling rentan secara politik.

Sejak serangan 7 Oktober 2023 oleh Hamas, ia menghadapi permintaan pemilu yang terus meningkat.

Banyak pihak menuduh Netanyahu menggunakan konflik, mulai Gaza, Lebanon, Yaman, hingga Iran, untuk mempertahankan kekuasaan dan menghindari pemilu dini.

"Netanyahu menggunakan berbagai perang sebagai alat memperpanjang kekuasaan," kata Phillips.

Meski saat ini mayoritas publik Israel tampak mendukung serangan ke Iran, tetapi kritik terhadap Netanyahu tetap konsisten.

Phillips menilai bahwa nasib politik Netanyahu akan sangat tergantung pada kekuatan dan kesolidan koalisi pemerintahannya.

"Secara hukum, ia belum wajib menggelar pemilu karena koalisinya masih utuh. Tapi jika mitra koalisi mulai menarik dukungan, posisinya akan sangat terancam," ujarnya.

Dalam penilaiannya, Phillips menyimpulkan bahwa ketiganya tidak akan langsung lengser dalam waktu dekat. Namin, posisi Netanyahu adalah yang paling rentan karena tekanan publik dan sistem politik Israel yang mengandalkan stabilitas koalisi.

"Iran masih jadi tanda tanya besar, sementara Trump relatif aman hingga 2026. Tapi Netanyahu bisa kehilangan kekuasaan jika dinamika politik internal berubah," kata Phillips.

(zdm/bac)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER