Jakarta, CNN Indonesia --
Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengancam akan mencabut kewarganegaraan dan mengusir dua tokoh publik AS, Zohran Mamdani dan Elon Musk.
Niatnya itu disampaikan setelah Trump kesal dengan Zohran Mamdani dan Elon Musk.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Trump ancam cabut kewarganegaraan Mamdani setelah politikus sosialis itu menolak bekerja sama dengan operasi deportasi yang dijalankan oleh agen Imigrasi dan Bea Cukai AS (ICE).
Zohran Mamdani merupakan calon wali kota New York yang resmi diusung Partai Demokrat. Ia kerap kali melontarkan kritik keras terhadap kebijakan pemerintah Trump.
Sedangkan ancaman untuk Elon Musk disampaikan Trump setelah dua tokoh yang sebelumnya bersekutu kini terlibat cekcok.
Ia bahkan mengatakan bahwa tanpa subsidi pemerintah, sang miliarder teknologi itu harus "menutup usahanya dan pulang ke Afrika Selatan."
Bagaimana aturannya apabila Trump mencabut kewarganegaraan dan mengusir Zohran Mamdani dan Elon Musk?
Awal Mamdani-Musk jadi WN AS
Zohran Mamdani tercatat baru mendapat kewarganegaraan AS pada 2018 lewat proses naturalisasi.
Zohran Mamdani, 33 tahun, lahir di Kampala, Uganda, dari orang tua keturunan India. Ia pindah ke New York saat berusia tujuh tahun
Sementara itu, Musk resmi menjadi warga negara AS pada 2002.
Musk lahir di Pretoria, Afrika Selatan, pada 1971 dari ibu berkewarganegaraan Kanada dan ayah warga negara Afrika Selatan.
Ia pindah ke Kanada pada usia 17 tahun dan kemudian ke AS pada 1992 untuk kuliah di University of Pennsylvania.
Musk pernah dituduh memulai karier di AS tanpa izin kerja yang sah. Namun, ia membantah laporan tersebut dan menyebut dirinya saat itu memegang visa J-1 yang kemudian beralih menjadi H-1B, visa kerja untuk tenaga ahli asing.
Bersambung ke halaman berikutnya...
Bukan hanya Trump, anggota DPR dari Partai Republik, Andy Ogles, bersikeras untuk mengupayakan pencabutan kewarganegaraan Zohran Mamdani
Ogles secara resmi mengirim surat ke Jaksa Agung Pam Bondi pada 26 Juni lalu.
Ia meminta Departemen Kehakiman AS menyelidiki apakah Mamdani layak dikenai proses denaturalisasi, yaitu pencabutan kewarganegaraan bagi warga yang memperoleh status tersebut secara tidak sah.
Ogles menuduh Mamdani "menyembunyikan dukungan terhadap terorisme".
Disaat mengajukan naturalisasi, ia merujuk pada pernyataan publik Mamdani yang menyatakan dukungan terhadap lima tokoh dari LSM Holy Land Foundation.
Lima tokoh tersebut pernah dihukum atas tuduhan mendanai Hamas, organisasi yang dikategorikan sebagai kelompok teroris oleh AS.
Mamdani juga pernah dituduh menolak kecam seruan "globalize the intifada" dan berjanji untuk mencegah ICE melakukan deportasi di New York.
Trump kemudian merespons aksi Mamdani itu dalam sebuah konferensi pers, "Jika dia mencegah ICE menegakkan hukum, maka kami akan menangkapnya."
Mamdani merespons lewat akun X miliknya.
"Presiden AS baru saja mengancam akan menangkap saya, mencabut kewarganegaraan saya, menahan saya di kamp, dan mendeportasi saya. Bukan karena saya melanggar hukum, tapi karena saya menolak membiarkan ICE meneror kota ini," tulis Mamdani.
Trump vs Musk, dari sekutu jadi musuh
Kedekatan Trump dan Musk rusak setelah "One Big Beautiful Bill", paket pengeluaran Trump yang baru lolos di DPR AS.
Salah satu isinya adalah mencabut subsidi kendaraan listrik yang selama ini menguntungkan Tesla.
Trump dalam unggahan di Truth Social menyebut, "tanpa subsidi, Elon mungkin harus menutup tokonya dan pulang ke Afrika Selatan. Tidak ada lagi peluncuran roket, satelit, atau produksi mobil listrik. Negara kita bisa hemat besar!"
Saat ditanya wartawan apakah ia akan mendeportasi Musk, Trump menjawab, "kita akan lihat. Mungkin kita perlu minta tim efisiensi (DOGE) untuk periksa dia."
Bagaimana aturan yang sah soal pencabutan kewarganegaraan?
Secara hukum, pencabutan kewarganegaraan (denaturalisasi) memang memungkinkan, namun hanya dalam kondisi terbatas, dikutip dari Al Jazeera.
Kondisi itu antara lain jika warga tersebut memperoleh kewarganegaraan melalui penipuan atau penyembunyian fakta penting, terlibat dalam kejahatan berat seperti terorisme, kejahatan perang, atau kejahatan seksual berat, dan ertindak sebagai tentara atau pejabat publik untuk negara asing.
Para ahli hukum menyebut ancaman terhadap Mamdani dan Musk sangat kecil kemungkinan terealisasi.
"Denaturalisasi hanya bisa terjadi jika pemerintah bisa membuktikan adanya penipuan material saat proses naturalisasi," kata Michael Kagan, profesor hukum di University of Nevada.
"Kasus ini lebih seperti retorika politik untuk menakut-nakuti lawan," ujarnya.