Bukan hanya Trump, anggota DPR dari Partai Republik, Andy Ogles, bersikeras untuk mengupayakan pencabutan kewarganegaraan Zohran Mamdani
Ogles secara resmi mengirim surat ke Jaksa Agung Pam Bondi pada 26 Juni lalu.
Ia meminta Departemen Kehakiman AS menyelidiki apakah Mamdani layak dikenai proses denaturalisasi, yaitu pencabutan kewarganegaraan bagi warga yang memperoleh status tersebut secara tidak sah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ogles menuduh Mamdani "menyembunyikan dukungan terhadap terorisme".
Disaat mengajukan naturalisasi, ia merujuk pada pernyataan publik Mamdani yang menyatakan dukungan terhadap lima tokoh dari LSM Holy Land Foundation.
Lima tokoh tersebut pernah dihukum atas tuduhan mendanai Hamas, organisasi yang dikategorikan sebagai kelompok teroris oleh AS.
Mamdani juga pernah dituduh menolak kecam seruan "globalize the intifada" dan berjanji untuk mencegah ICE melakukan deportasi di New York.
Trump kemudian merespons aksi Mamdani itu dalam sebuah konferensi pers, "Jika dia mencegah ICE menegakkan hukum, maka kami akan menangkapnya."
Mamdani merespons lewat akun X miliknya.
"Presiden AS baru saja mengancam akan menangkap saya, mencabut kewarganegaraan saya, menahan saya di kamp, dan mendeportasi saya. Bukan karena saya melanggar hukum, tapi karena saya menolak membiarkan ICE meneror kota ini," tulis Mamdani.
Kedekatan Trump dan Musk rusak setelah "One Big Beautiful Bill", paket pengeluaran Trump yang baru lolos di DPR AS.
Salah satu isinya adalah mencabut subsidi kendaraan listrik yang selama ini menguntungkan Tesla.
Trump dalam unggahan di Truth Social menyebut, "tanpa subsidi, Elon mungkin harus menutup tokonya dan pulang ke Afrika Selatan. Tidak ada lagi peluncuran roket, satelit, atau produksi mobil listrik. Negara kita bisa hemat besar!"
Saat ditanya wartawan apakah ia akan mendeportasi Musk, Trump menjawab, "kita akan lihat. Mungkin kita perlu minta tim efisiensi (DOGE) untuk periksa dia."
Secara hukum, pencabutan kewarganegaraan (denaturalisasi) memang memungkinkan, namun hanya dalam kondisi terbatas, dikutip dari Al Jazeera.
Kondisi itu antara lain jika warga tersebut memperoleh kewarganegaraan melalui penipuan atau penyembunyian fakta penting, terlibat dalam kejahatan berat seperti terorisme, kejahatan perang, atau kejahatan seksual berat, dan ertindak sebagai tentara atau pejabat publik untuk negara asing.
Para ahli hukum menyebut ancaman terhadap Mamdani dan Musk sangat kecil kemungkinan terealisasi.
"Denaturalisasi hanya bisa terjadi jika pemerintah bisa membuktikan adanya penipuan material saat proses naturalisasi," kata Michael Kagan, profesor hukum di University of Nevada.
"Kasus ini lebih seperti retorika politik untuk menakut-nakuti lawan," ujarnya.
(zdm)