Meski sudah berlangsung 500 tahun, para ahli masih menyelidiki kasus tersebut dengan berbagai pendekatan.
Rupanya, wabah menari Strasbourg bukan yang pertama tapi pernah terjadi di beberapa negara Eropa di abad pertengahan, yang juga melibatkan ratusan atau hanya segelintir orang, hampir semuanya di kota-kota dekat Sungai Rhine yang melintasi sejumlah negara.
Bersama para pedagang, peziarah, dan tentara yang mengarungi perairan ini, berita dan kepercayaan pun turut menyebar. Satu gagasan khusus tampaknya telah tertanam dalam kesadaran budaya wilayah tersebut: bahwa Santo Vitus dapat menghukum para pendosa dengan membuat mereka menari.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebuah lukisan di Katedral Cologne, lebih dari 320 kilometer di hilir Strasbourg, mendramatisasi kutukan tersebut: di bawah gambar Santo Vitus, tiga pria menari dengan riang, wajah mereka memancarkan ekspresi yang jauh dari kenyataan, seperti orang yang mengigau.
Kasus ini disederhanakan dengan istilah klasik "kerasukan roh", di mana orang bertindak seolah-olah jiwa mereka telah dikuasai oleh roh atau dewa.
Antropolog Amerika Serikat, Erika Bourguignon, telah menulis tentang bagaimana dibesarkan dalam "lingkungan kepercayaan", di mana kerasukan roh dianggap serius, mempersiapkan orang untuk memasuki kondisi mental disosiatif, di mana kesadaran normal dinonaktifkan.
Orang-orang kemudian bertindak sesuai dengan gagasan yang ditentukan secara budaya tentang bagaimana orang yang kerasukan seharusnya berperilaku.
Inilah yang terjadi di biara-biara Eropa sebelum awal tahun 1700-an, ketika para biarawati menggeliat, kejang-kejang, mulut berbusa, memanjat pohon, dan mengeong seperti kucing.
Para peneliti di abad ke-20 membuat analisis yang lebih maju. Ada dugaan para penari itu telah mengonsumsi roti yang terbuat dari tepung gandum hitam yang terkontaminasi penyakit jamur ergot.
Jamur ini diketahui dapat menyebabkan kejang dan berhalusinasi. Britannica menyebut bahwa jamur ini biasa menempel pada gandum, tanaman sereal hingga padi.
Konsumsi biji gandum hitam yang terinfeksi, baik secara langsung atau dengan memakan tepung yang digiling dari gandum hitam yang terinfeksi, dapat menyebabkan ergotisme pada manusia dan ternak. Gejalanya dapat berupa kejang , halusinasi , keguguran , dan gangren kering , serta dapat mengakibatkan kematian.
Disebutkan, penyakit ini lazim di Eropa utara pada abad pertengahan, terutama di daerah dengan konsumsi roti gandum hitam yang tinggi. Namun ada pertanyaan, apalah konsumsi gandum yang terkena jamur ini tidak menyebabkan gerakan tak kenal henti selama berhari-hari?
Analisi selanjutnya yang kemudian dipercaya mendekati pada kenyataan adalah apa yang oleh ilmuwan Amerika Serikat John Waller disebut gangguan psikogenik massal atau sering disebut histeria massal.
Lihat Juga : |
Wabah semacam itu terjadi dalam kondisi stres ekstrem dan umumnya terbentuk berdasarkan ketakutan lokal. Dalam kasus wabah menari tahun 1518, Waller menyebutkan serangkaian kelaparan dan keberadaan penyakit seperti cacar dan sifilis sebagai pemicu stres yang sangat besar yang memengaruhi penduduk Strasbourg.
Catatan sejarah menuliskan, harga gandum yang tinggi dan konflik sosial antar warga di Strasbourg sedang terjadi. Kecemasan akan penyakit terutama sifilis juga merebak.
Sementara psikogenik massal bermula dari "pemicu" lingkungan, seperti bau tak sedap atau rumor paparan racun. Ketika satu orang sakit, orang lain dalam kelompok tersebut juga ikut merasakan sakit. Orang pertama yang sakit mungkin memang menderita penyakit sungguhan, tetapi mungkin tidak terkait dengan "pemicu" tersebut.
Wabah penyakit psikogenik massal merupakan masa yang penuh kecemasan dan kekhawatiran. Di masa kini, suara ambulans berlalu lalang dan petugas darurat membuat orang-orang berpikir bahwa epidemi serius sedang terjadi.
Pada saat seperti itu, saat mendengar tentang seseorang yang sakit atau melihat seseorang sakit, itu mungkin cukup untuk membuat Anda ikut sakit.
Namun, apakah itu cukup menjelaskan peristiwa wabah menari 500 tahun silam? Masih merupakan misteri.
Hanya saja, untuk mengenang lima abad wabah itu, pada 2018 silam, sebuah pameran di Musée de l'Oeuvre Notre-Dame Strasbourg dan film dokumenter TV, juga penerbitan novel karya penulis Prancis Jean Teulé diadaakan. Termasuk pesta tekno yang diselenggarakan oleh sekelompok DJ yang mengadopsi nama "1518" untuk mengenang peristiwa itu.
Wabah menari 1518 disebut yang terakhir terjadi.
(imf/dna)