Jakarta, CNN Indonesia --
Suku Arab Badui (Bedouin) menjadi sorotan usai berperang dengan komunitas Druze di Sweida, Suriah selatan dalam beberapa hari terakhir.
Konflik yang terus memanas membuat pemerintah sementara mengerahkan pasukan keamanan dan militer di Sweida. Di tengah gejolak ini, Israel memperkeruh situasi dengan menyerang sejumlah wilayah di Suriah.
Israel berdalih serangan tersebut untuk melindungi komunitas Druze di Suriah. Belakangan, konflik kian tak terkendali. Pemerintah sementara bahkan kembali menerjunkan pasukan keamanan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut laporan lembaga pemantau hak asasi manusia, lebih dari 510 orang di Sweida tewas karena perang dan serangan Israel. Mereka berasal dari berbagai kelompok termasuk pasukan pemerintah.
Siapa sebetulnya Badui Arab di Suriah yang berperang dengan Druze?
Badui atau Al-Badou, secara linguistik berkaitan dengan Badiya, atau gurun. Secara historis merujuk ke komunitas Arab yang terorganisir secara kesukuan dan penggembala ternak, keturunan suku-suku kuno di Jazirah Arab.
Sebagian besar suku Arab Badui adalah penggembala hewan yang bermigrasi ke gurun saat musim dingin dan kembali ke lahan pertanian saat musim panas, demikian dikutip Britannica.
Suku-suku Arab Badui secara tradisional diklasifikasikan berdasarkan hewan yang menjadi mata pencaharian mereka. Pengembara untuk menempati wilayah luas dan terorganisir di gurun Sahara, Suriah, dan Arab.
Sementara itu, penggembala domba dan kambing punya wilayah yang lebih sempit di Yordania, Suriah dan Iran.
Setiap kelompok Arab Badui berupaya mengelola wilayah daratan yang mengandung sumber daya untuk memenuhi kebutuhan komunal.
Mereka berupaya membangun zona dengan batasan atau kepemilikan yang bisa dipahami. Namun, seiring berjalannya waktu 'kepemilikan' itu tak diakui sebagian besar pemerintah di Timur Tengah.
Berlanjut ke halaman berikutnya >>>
Di masa lalu, konflik antar suku berkisar perebutan padang rumput dan sumber daya air yang langka. Namun, saat ini terutama di Suriah konflik terkait degradasi lahan.
Selama beberapa dekade, pemerintah Suriah mendorong masyarakat Badui pindah dari lahan stepa gersang lalu menetap. Stepa adalah dataran luas dan kering yang ditumbuhi terutama rumput hingga semak belukar.
Masyarakat Badui ditekan pemerintah Suriah untuk meninggalkan cara hidup yang dianggap terbelakang, primitif, dan tidak sejalan dengan masyarakat modern yang mapan.
Suriah juga mengambil alih lahan penggembalaan penting Badui dan mengusir mereka beserta kawanan ternaknya dengan dalih membangun kawasan lindung untuk hewan terancam punah.
Meskipun sebagian besar Badui pengembara zaman dulu terlupakan, warisan budaya mereka tetap bertahan. Ikatan kekerabatan melalui suku, klan, dan keluarga masih sangat penting di banyak wilayah pedesaan Arab Sunni di Suriah.
Populasi Badui atau keturunan Badui mendominasi gurun dan membentang dari Homs hingga Deir Ezzor, dan perbatasan Irak di timur.
Komunitas Badui juga berada di pedesaan Aleppo, di sekitar Ghouta Damaskus, dan kota-kota di seluruh Suriah, tempat penduduk pedesaan bermigrasi mencari pekerjaan dan pendidikan selama beberapa dekade terakhir.
Profesor studi Timur Tengah di Universitas Oxford, Dawn Chitty, menduga saat ini Suku Badui di Suriah sekitar 12-15 dari total populasi.
"Tetapi tergantung apa yang Anda maksud. Beberapa orang telah berhenti mengidentifikasi diri sebagai Badui meskipun mereka mempertahankan beberapa versi struktur sosialnya," kata Chitty, demikian dikutip lembaga think tank Carnegie Endowment.
Dia lalu menjelaskan banyak orang yang mengidentifikasi diri sebagai Badui tetapi tinggal di kota dan punya rumah. Sebagai penggembala, mereka biasanya dikenal nomaden.
Chitty menyebut nomadisme di kalangan Badui memang masih ada tetapi gaya hidup semacam itu sudah sangat langka.
[Gambas:Photo CNN]
"Hampir semua Badui yang mengidentifikasi diri memiliki rumah di suatu tempat, meskipun hanya untuk musim dingin. Yang lain sudah sepenuhnya menetap tetapi masih memelihara ternak dan mempekerjakan penggembala untuk memindahkan ternak mereka di musim semi, " ucap dia.
Konflik bersenjata
Suriah pernah bergejolak pada 2011 lalu. Saat itu, warga protes dengan damai menuntut reformasi politik, kebebasan sipil, hingga Bashar Al Assad untuk mundur dari kursi kepresidenan. Namun, pasukan keamanan menembaki pengunjuk rasa.
Pada Maret 2011, protes damai di tempat banyak komunitas Badui, Der'aa dan Hama, menjadi konfrontasi kekerasan antara mereka dan pasukan keamanan.
Beberapa komunitas Badui disebut menggunakan senjata untuk membela diri. Mereka juga menentang pemerintahan Bashar Al Assad hingga membentuk barigade mempertahankan wilayah dan tempat tinggal, demikian dikutip Manara Magazine.
Sumber lain mengatakan Suku Badui tak punya peran signifikan dalam perang dan justru menjadi korban. Beberapa menentang pemerintahan Assad, tetapi ada pula yang mendukung.
Imbas perang itu, banyak komunitas Badui yang menjadi pengungsi karena kehilangan tempat tinggal dan mata pencaharian.