Perdana Menteri Jepang, Shigeru Ishiba, akan mengajukan pengunduran diri dari jabatan, usai koalisinya kalah dalam pemilihan umum (pemilu) majelis tinggi negara itu akhir pekan lalu.
Seorang sumber yang dekat dengan Ishiba mengatakan kepada Reuters bahwa sang PM belum bisa langsung mundur saat ini karena menghindari ketidakstabilan politik, yang belakangan sedang digempur tarif impor dari Amerika Serikat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut media Jepang, Ishiba akan mengumumkan pengunduran dirinya pada bulan depan.
Koalisi Ishiba gagal meraup suara mayoritas dalam pemilihan majelis tinggi Jepang pada Minggu (20/7) kemarin.
Partai Ishiba, Demokratik Liberal, serta mitra koalisinya Komeito cuma mendapatkan 47 kursi. Padahal, untuk mengamankan suara mayoritas, koalisi Ishiba mesti mengantongi 50 kursi. Saat ini, koalisi Ishiba telah mengamankan 75 kursi.
Kekalahan ini telah menggoyang pemerintahan Ishiba yang juga kehilangan suara mayoritas di majelis rendah pada pemilu Oktober lalu. Situasi ini membuat pemerintahannya kian sulit untuk mewujudkan agendanya serta memperburuk ketidakstabilan politik di Jepang.
Kepergian Ishiba dari posisinya yang kurang dari setahun itu kini juga akan memicu perebutan kekuasaan di antara kader Partai Demokratik Liberal. Partai berkuasa itu sendiri sedang terancam dengan kemunculan partai-partai baru, yang umumnya dari kubu kanan.
Lihat Juga : |
Rencana pengunduran diri Shiba diumumkan usai hasil pemilu menyatakan partai sayap kanan populis, Sanseito, secara mengejutkan menang dalam pemilu majelis tinggi Jepang 2025 akhir pekan lalu.
Partai yang semula hanya memiliki satu kursi ini kini berhasil meraih 14 kursi di majelis yang beranggotakan 248 orang, menurut laporan NHK.
Sanseito, yang berarti "Partai Suara Rakyat", didirikan pada tahun 2020 oleh Sohei Kamiya, seorang mantan manajer supermarket dan guru bahasa Inggris.
Sanseito mulai dikenal publik selama pandemi Covid-19, di mana mereka menyebarkan berbagai teori konspirasi seputar vaksinasi dan elit global.
Namun, menjelang pemilu majelis tinggi, partai ini menarik perhatian lebih luas lewat kampanye "Japanese First" atau "Orang Jepang Dulu" yang mengangkat isu imigrasi, kebanjiran turis, dan kondisi ekonomi dalam negeri.
(blq/dna)