Israel diketahui pernah melancarkan operasi rahasia di Iran, sementara Iran pun menyerang kapal milik Israel dan menargetkan fasilitas yang terafiliasi dengan Israel di Irak.
Israel menolak memberikan komentar atas situasi ini. Namun, Direktur Badan Intelijen Israel, Mossad, pada Juni lalu secara terbuka menyatakan bahwa operasinya di Iran akan terus berlanjut.
"Kami akan tetap hadir di sana, seperti sebelumnya," ucapnya dalam pidato langka.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara itu, di dalam negeri, sejumlah ledakan diyakini telah dilakukan dengan sengaja.
Salah satunya adalah ledakan besar di Qom, yang merusak satu blok apartemen dan melukai tujuh orang.
Dua pejabat Iran menyebut bahwa unit yang meledak itu disewa oleh pelaku yang meninggalkan kompor menyala dengan gas terbuka, menyindir bahwa terdapat niat sabotase.
Kasus lain terjadi di kompleks perumahan pejabat kehakiman di Teheran.
Ledakan di sana menghancurkan dinding dan jendela gedung bertingkat.
Tiga pejabat Iran menilai insiden tersebut kemungkinan dimaksudkan untuk meneror kalangan hakim dan jaksa, seperti yang pernah terjadi terhadap para ilmuwan nuklir Iran.
Salah satu anggota IRGC mengakui bahwa efek dari ledakan hampir tiap hari ini, baik disengaja maupun tidak, meningkatkan kecemasan di kalangan pejabat dan masyarakat.
"Rekam jejak panjang pemerintah Iran dalam menutup-nutupi informasi, serta respons yang tidak jelas, hanya memperdalam ketakutan dan kecurigaan publik," kata Omid Memarian, pakar Iran dari lembaga riset DAWN di Washington.
Kondisi ini memunculkan pertanyaan di tengah publik: apakah perang benar-benar telah usai?
"Banyak dari kami merasa ini ulah Israel dan perang bisa dimulai lagi kapan saja," kata Mohammad, pengelola kafe dan galeri seni di kota Kashan, Iran tengah, yang menolak disebutkan nama lengkapnya karena takut terhadap konsekuensi.
Kekhawatiran itu semakin besar karena wilayah Kashan berdekatan dengan beberapa situs nuklir dan pangkalan rudal.
Mahdi Mohammadi, politisi konservatif yang juga penasihat senior Ketua Parlemen Iran, menyebut situasi saat ini sebagai masa "penangguhan rapuh".
Dalam salah satu pidatonya yang disebarkan melalui Telegram, ia mengatakan, "Kita tidak sedang dalam gencatan senjata.
Ini hanya jeda yang bisa berakhir sewaktu-waktu dan perang akan kembali pecah."
Lihat Juga : |
Di tengah ketegangan tersebut, kematian Brigjen Gholamhossein Gheybparvar, mantan Wakil Komandan Garda Revolusi, juga menimbulkan tanda tanya.
Media pemerintah melaporkan bahwa ia wafat akibat komplikasi luka dari senjata kimia saat perang Iran-Irak 1980-an yang diperparah oleh stres akibat konflik baru-baru ini.
Pemerintah Iran telah mencoba menenangkan publik dengan merilis data bahwa jumlah ledakan akibat kebocoran gas tidak meningkat signifikan dibanding tahun lalu.
Dewan Kota Teheran juga memanggil perwakilan perusahaan gas nasional dan kementerian energi untuk menjelaskan kondisi terbaru.
Namun, di tengah ketegangan yang belum mereda, sebagian warga Iran memilih menertawakan keadaan lewat humor. Meme Netanyahu memakai seragam perusahaan gas nasional Iran beredar luas di media sosial.
(zdm/bac)