Universitas Columbia Skors-Coret 80 Mahasiswa karena Demo Kecam Israel

CNN Indonesia
Rabu, 23 Jul 2025 19:20 WIB
Universitas Columbia, Amerika Serikat, menjatuhkan sanksi berat terhadap 80 mahasiswanya yang terlibat dalam aksi protes operasi militer Israel di Gaza.
Universitas Columbia skors hingga coret 80 mahasiswa karena demo kecam Israel. (REUTERS/Ryan Murphy)
Jakarta, CNN Indonesia --

Universitas Columbia, Amerika Serikat, menjatuhkan sanksi berat terhadap 80 mahasiswanya yang terlibat dalam aksi protes operasi militer Israel di Jalur Gaza.

Hukuman yang diberikan mencakup skors hingga tiga tahun, pencabutan gelar akademik, sampai pengeluaran dari kampus (drop out/DO).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dilansir dari Al Jazeera, kelompok aktivis mahasiswa Columbia University Apartheid Divest (CUAD) mengungkapkan bahwa para mahasiswa dihukum karena terlibat dalam protes anti-perang, termasuk aksi pendirian tenda protes di kampus pada musim semi 2024.

"Disrupsi terhadap aktivitas akademik merupakan pelanggaran terhadap kebijakan dan peraturan universitas, dan pelanggaran semacam itu tentu akan menimbulkan konsekuensi," kata pihak Columbia dalam pernyataan resminya pada Selasa (22/07) waktu setempat.

Mereka merujuk pada insiden pendudukan gedung Butler Library pada Mei 2025 dan aksi saat Alumni Weekend awal tahun ini.

CUAD menilai sanksi yang dijatuhkan kampus sangat berlebihan dan tidak sebanding dengan kasus serupa yang tidak terkait isu Palestina.

"Kami tidak akan berkecil hati. Kami tetap berkomitmen pada perjuangan untuk pembebasan Palestina," tulis CUAD dalam pernyataannya.

Protes mahasiswa di Columbia sepanjang tahun 2024 menjadi salah satu pemicu gerakan global yang menyoroti perang Israel di Jalur Gaza.

Saat itu, pihak kampus akhirnya memanggil ratusan polisi New York ke lingkungan universitas, yang berakhir pada penangkapan sejumlah mahasiswa.

Meski menghadapi tindakan represif dari kampus, para mahasiswa kembali melakukan aksi dengan menduduki Butler Library selama masa ujian akhir pada Mei lalu.

Mereka menuntut Columbia untuk memutus investasi dari perusahaan-perusahaan yang terhubung dengan militer Israel, dan menyuarakan solidaritas terhadap warga Palestina di Gaza.

Dewan Kehakiman Columbia telah mengonfirmasi bahwa keputusan pemberian sanksi, termasuk pencabutan gelar dan pemecatan, merupakan hasil akhir dari penyelidikan atas insiden tersebut. Namun, universitas tidak merinci jumlah pasti mahasiswa yang dikeluarkan secara permanen.

Universitas bergengsi ini juga tengah bernegosiasi dengan pemerintahan Presiden AS Donald Trump untuk mengembalikan dana federal senilai sekitar US$400 juta yang sempat dicabut.

Pemerintah menilai Columbia gagal melindungi mahasiswa Yahudi dari intimidasi dan pelecehan berat.

Presiden sementara Columbia, Claire Shipman, yang merupakan mantan anggota dewan pengawas, sempat mendapat ejekan dari mahasiswa saat upacara kelulusan pada Mei lalu karena perannya dalam menindak keras aksi protes pro-Palestina.

Situasi serupa juga terjadi di Universitas Harvard sesama institusi Ivy League, yang tengah menghadapi ancaman pemotongan dana federal dalam jumlah besar.

Berbeda dengan Columbia, Harvard memilih menggugat pemerintah di pengadilan untuk menolak tekanan perubahan kebijakan kampus.

Sanksi terbaru dari Columbia dijatuhkan di tengah krisis kemanusiaan yang terus memburuk di Gaza.

Yang terbaru dilaporkan sebanyak 15 orang, termasuk seorang bayi berusia enam minggu, meninggal dunia akibat kelaparan dan kekurangan gizi hanya dalam waktu 24 jam terakhir.

Sementara itu, Mahmoud Khalil, pemimpin aksi protes mahasiswa Columbia yang sempat ditahan dan terancam deportasi oleh pemerintahan Trump, dilaporkan telah bertemu dengan sejumlah anggota parlemen di Washington DC pada Selasa.

Sebelumnya, ia sempat ditahan di fasilitas imigrasi di Louisiana.

(zdm/bac)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER