Biksu ternama sekaligus kepala Kuil Shaolin di China, Shi Yongxin, tengah diselidiki atas dugaan skandal seks dengan sejumlah perempuan dan kasus korupsi, menurut pernyataan resmi dari pihak kuil pada Minggu (27/7) waktu setempat.
Shi, yang dikenal luas dengan julukan "biksu CEO" karena perannya dalam mengembangkan Kuil Shaolin menjadi imperium bisnis berskala global, diduga melakukan penggelapan dana proyek dan aset kuil.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia juga dituduh melanggar prinsip-prinsip dasar Buddhisme dengan menjalin hubungan pribadi jangka panjang dengan beberapa perempuan, serta diduga neniliki setidaknya satu anak dari hasil hubungan tersebut.
Padahal, dalam ajaran Buddha di China, para biksu diwajibkan untuk menjalani kehidupan selibat.
"(Shi) saat ini sedang dalam penyelidikan bersama oleh sejumlah lembaga. Informasi lebih lanjut akan diumumkan kepada publik pada waktunya," demikian bunyi pernyataan pihak kuil.
CNN belum dapat menghubungi Shi untuk menanggapi tuduhan tersebut.
Kuil Shaolin, yang telah berdiri lebih dari 1.500 tahun di pegunungan provinsi Henan, merupakan simbol penting dalam budaya dan agama Tiongkok, terkenal karena ajaran Zen Buddhisme dan seni bela diri kungfu khas Shaolin.
Sejak menjabat sebagai kepala kuil pada 1999, Shi Yongxin sering muncul di sorotan publik, termasuk sebagai anggota parlemen China selama dua dekade.
Ia juga dikenal sebagai biksu pertama di China yang memiliki gelar Master of Business Administration (MBA).
Lihat Juga : |
Sosoknya sering terlihat membawa iPhone dan bertemu dengan tokoh dunia seperti mendiang Ratu Elizabeth II, Nelson Mandela, Henry Kissinger, hingga CEO Apple Tim Cook.
Pada Februari lalu, ia memimpin delegasi biksu Shaolin ke Vatikan untuk bertemu dengan Paus Fransiskus. Namun, reputasinya telah lama dikelilingi kontroversi.
Pada 2006, ia dikritik karena menerima mobil mewah senilai satu juta yuan (sekitar Rp2,2 miliar) dari pemerintah lokal sebagai hadiah atas kontribusinya dalam mempromosikan pariwisata.
Soal itu, Shi membela diri dengan menyatakan, "Biksu juga warga negara. Kami telah memenuhi tugas dan memberi kontribusi, maka layak mendapat imbalan."
Shi dikenal luas karena usahanya mengomersialkan nama besar Shaolin melalui pertunjukan kungfu keliling dunia, lisensi untuk kartun, film, dan gim, serta bisnis di bidang pengobatan tradisional, pengembangan wisata, dan properti.
Ia pernah menyumbang dana sebesar US$3 juta atau setara Rp49 miliar untuk pembangunan cabang Kuil Shaolin di Australia, dan membandingkan langkah itu dengan kehadiran taman hiburan Disney.
"Promosi budaya adalah usaha yang sangat bermartabat," ujarnya saat itu.
Namun pada 2015, muncul unggahan dari seseorang yang mengaku orang dalam kuil, menuduh Shi sebagai pelaku penggelapan dan memiliki anak di luar nikah.
Unggahan itu menyertakan dokumen lama yang diklaim menunjukkan bahwa Shi pernah dikeluarkan dari kuil karena pencurian, serta bukti berupa akta kelahiran anak dan foto sang ibu.
Tuduhan tersebut sempat ditolak keras oleh pihak Kuil Shaolin dan memicu penyelidikan dari otoritas agama China.
Pada 2017, penyelidikan dihentikan karena dinilai tidak cukup bukti.
Tiga tahun kemudian, Shi kembali terpilih sebagai wakil ketua Asosiasi Buddha China, lembaga pengawas agama resmi di negara itu, posisi yang telah ia pegang sejak 2002. Namun kini, situasinya berubah drastis.
Pada Senin (28/8), Asosiasi Buddha China mengumumkan bahwa Shi telah dicabut sertifikatnya sebagai biksu.
"Tindakan Shi Yongxin sangat serius dan merusak reputasi komunitas Buddha serta citra kehidupan monastik," demikian pernyataan resmi asosiasi tersebut.
"Asosiasi Buddha China sepenuhnya mendukung keputusan untuk menangani kasus Shi Yongxin sesuai dengan hukum yang berlaku," lanjut pernyataan tersebut.
(zdm/bac)