Saat Tiongkok Chaos Gegara 'Banjir' Narkoba dari Inggris

CNN Indonesia
Kamis, 07 Agu 2025 16:15 WIB
Tiongkok mengalami kekacauan saat kebanjiran narkoba berupa candu opium dari Inggris.
Ilustrasi opium. (AFP/STR)
Jakarta, CNN Indonesia --

Salah satu sejarah Tiongkok yang menjadi perhatian dunia adalah perang candu.

Seperti namanya, perang ini dipicu oleh narkoba alias candu opium yang dibawa Inggris kemudian dicekokkan ke rakyat Tiongkok.

Perang terjadi dua kali, pada 1839-1842 dan 1856-1860. Kedua perang dimenangkan Inggris dan membuat Tiongkok melemah. Bahkan dalam perang yang kedua, Inggris dibantu Perancis.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Inggris dagang opium

Dikutip dari situs asiapacificcurriculum.com, pada abad 19 Inggris yang sedang rajin mencari jajahan baru di dunia timur bertemu Tiongkok dalam urusan dagang.

Selama bertahun-tahun Inggris menjual kapas India dan perak Inggris ke Tiongkok. Sementara teh dan sutra Tiongkok masuk ke Inggris.

Rupanya, neraca perdagangan ini selama hampir satu abad (abad ke-18 dan awal abad ke-19), sangat menguntungkan Tiongkok. Salah satu alasan utamanya adalah konsumen Inggris suka sekali terhadap teh Tiongkok, serta barang-barang lain seperti porselen dan sutra.

Sementara konsumen Tiongkok tidak memiliki preferensi serupa terhadap barang-barang yang diproduksi di Inggris. Karena ketidakseimbangan perdagangan ini, Inggris mencari cara agar barangnya laku keras di Tiongkok.

Pada akhir tahun 1700-an, Inggris mencoba mengubah keseimbangan ini dengan mengganti kapas dengan opium, yang juga ditanam di India.

Ternyata sukses. Pada tahun 1820-an, neraca perdagangan berbalik menguntungkan Inggris, dan Tiongkok-lah yang sekarang harus membayar dengan perak.

"Opium yang dijual Inggris di Tiongkok terbuat dari getah tanaman poppy, dan telah digunakan untuk tujuan pengobatan dan terkadang rekreasi di Tiongkok dan wilayah Eurasia lainnya selama berabad-abad.

"Setelah Inggris menjajah sebagian besar India pada abad ke-17, Perusahaan Hindia Timur Britania (EIC), yang dibentuk untuk memanfaatkan perdagangan dengan Asia Timur dan India, berinvestasi besar-besaran dalam budidaya dan pengolahan opium, terutama di provinsi Bengal di India timur. Bahkan, Inggris mengembangkan monopoli yang menguntungkan atas budidaya opium yang kemudian dikirim dan dijual di Tiongkok," begitu tertulis di situs asiapacificcurriculum.com.

Namun dampaknya, masyarakat Tiongkok dibuat teler dan kurus kering akibat doyan mengkonsumsi candu.

Apa yang awalnya dianggap rekreasi segera berubah menjadi kecanduan yang menyiksa: banyak orang yang berhenti mengonsumsi opium mengalami menggigil, mual, dan kram, bahkan terkadang meninggal karena putus obat. Setelah kecanduan, orang-orang seringkali melakukan apa saja untuk tetap mendapatkan akses ke obat tersebut.

Pemerintah Tiongkok menyadari bahwa opium telah menjadi masalah sosial yang serius dan, pada tahun 1800, melarang produksi dan impor opium. Pada tahun 1813, pemerintah melangkah lebih jauh dengan melarang menghisap opium dan menjatuhkan hukuman pemukulan 100 kali kepada pelanggarnya.

Tiongkok berkirim surat ke Ratu Victoria

Pada tahun 1836, pemerintah Tiongkok bertindak serius. Mereka menutup tempat-tempat penjualan opium dan mengeksekusi para pedagang Tiongkok. Namun, masalahnya justru bertambah buruk sebab terjadi pro dan kontra.

Kaisar menyerukan debat di antara para pejabat Tiongkok tentang cara terbaik untuk menangani krisis tersebut. Pendapat terpolarisasi menjadi dua pihak.

Tokoh yang kontra adalah Lin Zexu, seorang pejabat pemerintah Tiongkok yang sangat cakap dan ambisius, yang berpendapat bahwa perdagangan opium adalah masalah moral, dan sebuah "kejahatan" yang harus diberantas dengan segala cara, termasuk berkirim surat ke Ratu Victoria, penguasa kerajaan Inggris kala itu.

Dalam suratnya, Lin mempertanyakan dukungan politik Inggris terhadap perdagangan tersebut dan moralitas perdagangan narkoba.

Tapi bagi Inggris, penghancuran opium oleh Lin merupakan penghinaan terhadap martabat dan konsep perdagangan Inggris.

Lebih penting lagi, perwakilan Inggris di Guangzhou meminta para pedagang untuk menyerahkan opium mereka kepada Lin, dengan jaminan bahwa pemerintah Inggris akan mengganti kerugian mereka. Dari sinilah perang terjadi.

Tapi Tiongkok kalah, terutama karena lemahnya militer dan ekonomi. Konon, pelajaran yang diambil dari perang candu ini jadi pepatah warga Tiongkok:'luo hou jiu yao ai da', yang secara harfiah berarti "Jika Anda terbelakang, Anda akan dihajar."

(imf/bac)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER