Orang-orang Yahudi Israel menyebut Masjid Al Aqsa di Yerussalem dengan sebutan "Temple Mount", begitu pula dengan media-media barat.
Penyebutan ini bukan tanpa alasan, melainkan punya makna menghapus jejak sejarah Islam di Palestina dan sekitarnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Cendekiawan Islam Nurcholis Madjid dalam bukunya "Pintu-Pintu Menuju Tuhan" (Paramadina, 1995) menuliskan bahwa "Temple Mount" atau "Bukit Kuil" tidak dikenal di kalangan kaum Muslimin Indonesia.
Bahkan, kata cendekiawan yang wafat pada 29 Agutus 2005 itu, banyak media di Indonesia mengambil begitu saja nama "Temple Mount" tanpa tahu makna di baliknya.
"Padahal istilah Inggris Temple Mount itu berkonotasi kuat mengingkari hak Islam dan kaum Muslimin atas tanah suci itu karena anggapan bahwa kaum Muslimin dahulu merampasnya dari kaum Yahudi," tulisnya.
Siapa yang berhak atas tanah itu?
Kalau berdebat dari sisi teologi maka masing-masing punya argumen dan tidak netral. Maka, guru besar di Universitas Islam Jakarta dan pendiri Universitas Paramadina ini, memaparkan alasan sejarah.
Dahulu di tempat itu memang terdapat sebuah bangunan suci Nabi Sulaiman (Solomon Temple).
Tapi kemudian dihancurkan oleh Raja Nebukadnezar dari Babilonia. Bahkan sebagian orang Yahudi dibawa ke Babilonia dan dijadikan budak.
Orang Yahudi sebagian kembali ke Yerusalem atas bantuan Persia (Iran) dan kembali membangun kuil ala kadarnya di tempat yang sama di saat Raja Herod, raja Yahudi-Arab dan taat kepada Roma berkuasa.
Inilah "Second Temple". Ketika Romawi masuk ke Palestina, Raja Titus menghancurkan dan meratakan dengan tanah pada tahun 70. Bangunan yang tersisa hanyalah tembok yang kini dikenal sebagai tembok ratapan. Raja Titus bahkan menindas kaum Yahudi, inilah awal mulanya diaspora Yahudi.
Bersambung ke halaman berikutnya...