Tentara Israel Syok Masih Disuruh Caplok Gaza: Harusnya Sudah Berakhir

tim | CNN Indonesia
Kamis, 21 Agu 2025 13:35 WIB
Tentara Israel mengeluh kelelahan hingga sebagian menolak operasi besar baru yang diperintahkan PM Benjamin Netanyahu untuk mencaplok total Kota Gaza, Palestina (Foto: REUTERS/Florion Goga)
Jakarta, CNN Indonesia --

Tentara Israel mengeluh kelelahan hingga sebagian menolak operasi besar terbaru yang diperintahkan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu untuk pencaplokan total Kota Gaza, Palestina.

Pada Rabu (20/8), militer Israel dikabarkan telah meluncurkan sejumlah agresi baru ke Gaza. Juru bicara militer Israel juga mengatakan pasukan siaga di perbatasan tanpa menyebut jumlah personel.

Operasi militer baru Israel ini berlangsung kala Kepala Staf Militer IDF, Letjen Eyal Zamir sempat mewanti-wanti Netanyahu soal beban berat yang ditanggung pasukan, banyak di antaranya telah berulang kali dipanggil bertempur di Gaza.

Zamir bahkan sempat berselisih pendapat dengan Netanyahu soal operasi pencaplokan Gaza ini, menyoroti risiko kelelahan dan penurunan moral yang akhirnya diabaikan Netanyahu karena koalisi pemerintah dan kabinet keamanan sepakat melancarkan operasi. 

Salah satu personel yang sempat bertugas di Gaza dan selesai bulan lalu, Avshalom Zohar Sal, bahkan buka suara soal keluhan para personel lainnya yang sempat dikirim ke medan perang. Ia mengaku enggan kembali ke sana.

"Saya cukup terkejut karena kita masih membicarakan perang yang seharusnya sudah berakhir sejak lama," kata Sal, dikutip CNN.

Ia dan anggota lain di unitnya punya kekhawatiran yang sama terkait tujuan operasi skala besar di Kota Gaza.

"Saya pikir keputusan ini adalah hukuman mati bagi para sandera," ujar Sal.

Pemerintah, lanjut dia, terus-menerus berbicara dan mengatakan Israel punya dua misi dalam agresi ini: memulangkan para sandera dan mengalahkan Hamas.

"Sekarang seolah-olah mereka memberi tahu kita, hanya ada satu tujuan, yang saya yakini mustahil tercapai: menghancurkan Hamas. Dan ini pun tidak akan menghancurkan Hamas," paparnya menambahkan.

Pencaplokan total Kota Gaza diperkirakan perlu waktu lima bulan. Namun, Netanyahu meminta militer untuk mempersingkat waktu.

Untuk mencapai tujuan itu, militer Israel berencana memanggil 60.000 tentara cadangan dan 20.000 tentara untuk tugas lain.

Sejauh ini, belum ada informasi berapa persen tentara cadangan yang bersedia ikut dalam agresi di Kota Gaza.

Sebuah survei terbaru dari Agam Labs, Universitas Ibrani Yerusalem, menunjukkan sekitar 40 persen tentara Israel merasa motivasi mereka untuk bertugas menurun, sementara hanya 13 persen yang menyatakan lebih termotivasi.

Temuan ini menegaskan keterbatasan serius yang dihadapi militer Israel, terlebih ketika jajak pendapat berulang kali memperlihatkan mayoritas rakyat mendukung agresi brutal Israel ke Gaza berakhir.

Para pemimpin militer telah menyerukan pemerintah agar mewajibkan warga laki-laki ultra-Ortodoks ikut bertugas untuk memperkuat pasukan yang kelelahan.

Namun sebagian besar komunitas ultra-Ortodoks menolak wajib militer, bahkan mendorong pemerintah untuk meloloskan aturan pembebasan luas dari dinas militer. Ini memunculkan perdebatan politik yang kian memicu kemarahan di tengah situasi perang.

Eks Kepala Staf Israel Letnan Jenderal Dan Halutz meyakini beberapa tentara cadangan akan tetap memilih di rumah daripada ke garis depan di Gaza.

"Perang sudah berakhir setahun yang lali. [Rencana saat ini] tidak logis," kata dia.

Sebuah organisasi kecil prajurit cadangan juga menyerukan agar tentara menolak perintah untuk kembali bertugas. "Anak-anak Anda tidak tahu cara menolak sendiri, karena itu sulit. Hampir mustahil," tulis kelompok Soldiers for Hostages di media sosial.

Israel telah meluncurkan agresi ke Palestina pada Oktober 2023. Sejak saat itu, mereka menggempur habis-habisan warga dan objek sipil.

Imbas agresi itu, lebih dari 62.000 warga di Palestina tewas dan jutaan orang terpaksa menjadi pengungsi.

(rds/rds)


KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK