Di tengah hiruk pikuk situasi dalam negeri, lawatan Prabowo ke China tak lepas dari konflik geopolitik. Misalnya tarif impor tinggi yang dijatuhkan Presiden Amerika Serikat Donald Trump hingga perang di sejumlah kawasan.
Perang di Rusia-Ukraina membentuk dunia semakin tampak terpecah. Amerika Serikat dan sekutunya memusuhi negara-negara yang mendukung Rusia. China adalah sekutu dekat Negeri Beruang Merah. Indonesia menurut pandangan sejumlah pakar juga condong ke pemerintahan Xi Jinping.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Posisi Indonesia juga tampak genting karena belum lama ini telah bergabung dengan organisasi yang diinisiasi Rusia-China, BRICS. Sebagai negara yang nyaris kena tarif tinggi, RI berjuang habis-habisan untuk negosiasi soal tarif tersebut.
Lantas, apakah kehadiran Prabowo juga menjadi ajang bahwa dia ingin menunjukkan kepada dunia bahwa Indonesia punya kawan?
Sya'roni mengatakan Prabowo tetap terbang ke China karena Indonesia menganggap China dan Rusia selaku kekuatan kunci bisa jadi mitra penting.
"Pada akhirnya Prabowo tetap hadir menjadi bukti bahwa Indonesia merasa kemitraan dengan kekuatan kunci seperti China dan Rusia menjadi modal yang bisa dipelihara untuk kepentingan ekonomi dan pertahanan. Apalagi mereka berada dalam payung bersama di BRICS," ungkap dia.
Namun, Waffaa punya penilaian berbeda. Dia menilai kehadiran ketua umum Gerindra di parade militer China bukan untuk memperkuat kawanan di tengah rivalitas global.
"Kalau Victory Day arahnya lebih ke pertunjukkan militer. Mungkin kalau Prabowo jadi ikut SCO, kemudian beliau terpotret di antara Xi-Putin-Modi [PM India Narendra Modi], nah itu bisa dipotret ke arah BRICS, betul," ucap dia.
Meski demikian, Waffaa dan Sya'roni sepakat kehadiran Prabowo di Victory Day tak bisa menjadi faktor penghambat hubungan AS-Indonesia. Terutama, karena Trump tak menyebut Indonesia dalam unggahan di Truth Social.
Di media sosial buatannya, Trump mengatakan Xi, Putin, dan Kim sedang berkonsolidasi untuk melawan AS. Tuduhan ini langsung dibantah Kremlin.
Para pakar menilai pernyataan Trump menjadi sinyal kekhawatiran AS atas kekuatan alternatif dalam melawan dominasi Barat. Namun, Indonesia tak jadi fokus dia.
"Keberadaan Indonesia dalam Victory Day tidak akan menjadi variabel penting untuk menghukum Indonesia. Indonesia-AS memiliki jalur sendiri untuk urusan dagang," ujar Sya'roni.
(isa/bac)