Putin Ancam Pasukan Barat Dikirim ke Ukraina Jadi Target Militer Rusia
Presiden Rusia, Vladimir Putin mengancam bahwa pasukan barat yang dikirim ke Ukraina akan dianggap sebagai target yang sah bagi militer Rusia.
Peringatan ini disampaikan setelah Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky menyebut ribuan personel dapat dikirim sebagai bagian dari misi penjaga perdamaian.
Pernyataan Putin muncul setelah sebanyak puluhan negara yang dipimpin Prancis dan Inggris pada Kamis (4/9) berkomitmen untuk bergabung dalam pasukan 'perdamaian' di darat, laut, maupun udara. Pasukan ini direncanakan memantau perjanjian untuk mengakhiri perang, yang dipicu oleh invasi Rusia pada Februari 2022.
Diketahui, puluhan ribu orang telah tewas dalam pertempuran selama tiga setengah tahun, yang telah memaksa jutaan orang meninggalkan rumah mereka serta menghancurkan sebagian besar wilayah Ukraina timur dan selatan dalam konflik paling berdarah di Eropa sejak Perang Dunia II.
Kyiv menyebut jaminan keamanan yang didukung oleh pasukan Barat sangat penting bagi setiap kesepakatan perdamaian, untuk memastikan Rusia tidak menginvasi kembali di masa mendatang.
"Jika sejumlah pasukan berada di sana, terutama saat pertempuran masih berlangsung, kami berasumsi bahwa mereka akan menjadi target yang sah," kata Putin dalam sebuah forum ekonomi di kota Vladivostok, seperti dilansir dari AFP, Jumat (5/9).
Putin menambahkan pengerahan pasukan semacam itu tidak kondusif bagi perdamaian jangka panjang. Ia juga menyebut bahwa hubungan militer Ukraina yang lebih erat dengan Barat merupakan salah satu dari apa yang ia sebut sebagai 'akar penyebab' konflik tersebut.
Sekutu-sekutu Ukraina belum mengungkapkan detail spesifik soal rencana tersebut. Termasuk soal berapa banyak pasukan yang akan dilibatkan dan bagaimana negara-negara lain berkontribusi.
Pada Jumat, Zelensky mengatakan bahwa ada kesepakatan untuk terkait pengerahan ribuan pasukan, tetapi tidak memberikan angka spesifiknya.
"Jumlahnya pasti bukan satu digit, tetapi ribuan. Dan itu fakta, tetapi masih terlalu dini untuk membicarakannya," katanya dalam konferensi pers dengan Presiden Dewan Eropa Antonio Costa di Ukraina barat.
Sementara di Kyiv, juru bicara Kementerian Luar Negeri Georgiy Tykhy mengecam penolakan Putin atas pengerahan pasukan tersebut.
"Dia bukan orang yang berhak memutuskan. Putin telah membuat kesalahan dengan memutuskan bahwa dia dapat menempatkan pasukannya di seberang perbatasan Ukraina, dan sekarang bukan urusannya siapa pun yang diundang Ukraina ke wilayahnya untuk melindungi keamanannya," katanya dalam sebuah pengarahan menanggapi pertanyaan AFP.
Di sisi lain, Presiden Prancis Emmanuel Macron pada Kamis mengatakan bahwa 26 negara telah secara resmi berkomitmen mengerahkan pasukan perdamaian di Ukraina.
Kata Macron, pasukan darat tidak akan dikerahkan di garis depan, tetapi akan berada di sana dalam upaya untuk mencegah agresi besar baru.
Meskipun Barat dan Ukraina sedang mempersiapkan kemungkinan pasukan penjaga perdamaian, hanya ada sedikit tanda bahwa Kyiv dan Moskow hampir mencapai kesepakatan.
Beberapa kali upaya diplomasi gagal menghasilkan apa pun, selain pertukaran tahanan.
Moskow pun terus mendesak Ukraina untuk menyerahkan lebih banyak wilayah dan menginginkan pengakuan internasional atas wilayah-wilayah yang direbut dan diduduki oleh pasukannya sebagai bagian dari Rusia.
Kyiv telah mengesampingkan tuntutan tersebut sebagai ultimatum lama. Putin mengatakan pada hari Jumat bahwa jika kesepakatan dapat dicapai, tidak diperlukan pasukan.
Ukraina dan banyak pemimpin di Eropa menuduh Putin hanya sekadar basa-basi tentang gagasan menghentikan serangannya dan hanya mencoba mengulur waktu serta membuat Presiden AS Donald Trump tetap terlibat, sementara pasukannya merebut lebih banyak wilayah.
Pemimpin Kremlin awal pekan ini mengatakan pasukannya bergerak maju di seluruh garis depan dan akan terus bertempur jika kesepakatan damai tidak tercapai.
(dis/dmi)