Qatar dikenal sebagai salah satu mediator paling berpengaruh di Timur Tengah dan dunia. Negara Teluk ini menjalin hubungan baik dengan pihak-pihak yang saling bermusuhan, mulai dari Amerika Serikat (AS) hingga Iran.
Para pejabat Qatar berulang kali menegaskan keputusannya menampung Hamas datang setelah ada permintaan dari AS. Dalam opininya di Wall Street Journal (2023), Duta Besar Qatar untuk AS, Sheikh Meshal bin Hamad Al Thani, menulis Washington menghendaki kantor itu "untuk membangun jalur komunikasi tidak langsung dengan Hamas."
Selain itu, Qatar selama bertahun-tahun memberikan bantuan finansial untuk Gaza yang sejak 2007 berada di bawah blokade Israel, sekaligus menjadi salah satu pendukung utama perjuangan Palestina.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sheikh Meshal menegaskan keberadaan kantor Hamas "tidak boleh disalahartikan sebagai dukungan, melainkan sebagai kanal komunikasi penting yang kerap dipakai dalam upaya mediasi konflik di Israel dan wilayah Palestina."
Perdana Menteri Qatar Sheikh Mohammed bin Abdulrahman bin Jassim Al Thani bahkan sempat menyatakan pada 2023 bahwa negaranya mungkin meninjau ulang peran mediasi, karena ada pihak-pihak yang menggunakan mediasi demi "kepentingan politik sempit."
Peran Qatar sebagai tuan rumah aktor politik internasional bukan hal baru. Negara itu juga menampung Taliban sejak 2013 untuk memfasilitasi perundingan damai dengan AS, serta menjadi tempat aman bagi sejumlah tokoh politik Arab pasca-Arab Spring. Di saat yang sama, Qatar menampung pangkalan militer AS terbesar di Timur Tengah, Al Udeid.
Dengan posisi unik ini, Doha berperan ganda. Di satu sisi menjadi mediator yang membuka jalur komunikasi antara musuh bebuyutan, di sisi lain kini ikut terseret langsung ke dalam eskalasi konflik akibat serangan Israel.
(del/rds)