Hamas meminta jaminan dari Presiden (AS) Trump dan negara-negara sponsor Israel bahwa perang di Gaza akan berakhir untuk selamanya.
Hal itu diungkapkan negosiator utama Hamas, Khalil El-Hayya, dalam perundingan tidak langsung dengan Israel di Mesir pada Selasa (7/10).
"Kami tidak mempercayai pendudukan (Israelu Gaza, bahkan sedetik pun," ujarnya kepada media pemerintah Mesir, Al-Qahera News, seperti dikutip AFP.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Khalil, Israel tidak pernah menepati janjinya sepanjang sejarah.
"Kami telah mengalaminya dua kali dalam perang ini. Oleh karena itu, kami menginginkan jaminan yang nyata," lanjutnya, menuduh Israel melanggar dua gencatan senjata dalam perang yang sedang berlangsung.
Genap dua tahun Israel melakukan genosida dan agresi brutal di Jalur Gaza, hingga menyebabkan puluhan ribu warga Palestina meninggal dunia.
Israel meluncurkan agresi ke Gaza sejak Oktober 2023, dan tak henti melancarkan serangan brutal ke warga sipil hingga fasilitas kesehatan.
Para pemimpin dunia dan komunitas internasional telah mengutuk keras tindakan Israel. Namun Negara Zionis itu terus menggempur Gaza, dengan dalih menargetkan kelompok Hamas.
Agresi militer Israel menyebabkan lebih dari 67 ribu warga di Palestina tewas. Sebagian besar korban tewas di antaranya anak-anak, perempuan, lansia, petugas medis, relawan kemanusiaan, hingga jurnalis.
Serangan Israel juga menyebabkan lebih dari 170 ribu warga di Palestina mengalami luka-luka, demikian dikutip Anadolu Agency.
Israel dan Hamas berulangkali terlibat negosiasi gencatan senjata untuk Gaza. Namun, perundingan sering berakhir buntu.
Kedua pihak sempat sepakat gencatan senjata sementara pada November 2023, atau sebulan setelah agresi. Gencatan ini kemudian diperpanjang beberapa hari.
Namun, selama masa gencatan itu Israel melanggar kesepakatan dengan terus menyerang Gaza.
Kemudian, Israel-Hamas sempat gencatan senjata sementara lagi pada Januari 2025. Pasukan Zionis lagi-lagi tetap menyerang Palestina.
Saat ini, negosiasi gencatan senjata sedang dilakukan di Mesir. Perundingan itu berlangsung usai Hamas sepakat membebaskan seluruh sandera baik yang hidup maupun yang tewas.
(sfr)