Jakarta, CNN Indonesia --
Sejak melakukan serangan Rusia ke Ukraina pada 24 Februari 2022 lalu, perang kedua negara belum menunjukkan tanda-tanda akan berakhir.
Padahal usulan perdamaian dan sejumlah pertemuan sudah sering digelar termasuk oleh Amerika Serikat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Terbaru, Presiden Rusia Vladimir Putin menegaskan bahwa jika negara-negara Eropa anggota NATO nekat memulai perang dengan Rusia, maka Moskow yang akan memenangkan perang tersebut. Artinya, perang masih akan terus berlanjut dan mungkin makin banyak menelan korban.
Padahal perang kali ini disebut paling mengerikan sejak Perang Dunia II.
Belakangan, perundingan antara pihak Putin dengan utusan Presiden Amerika Serikat Donald Trump, Steve Witkoff, pada Selasa (2/12) untuk membahas kemungkinan gencatan senjata Rusia dan Ukraina juga berakhir buntu.
Berikut dua faktor perang Rusia vs Ukraina tak kunjung selesai meski sudah bergulir hampir empat tahun.
Baca di halaman berikutnya...
Keterlibatan NATO
Para pakar dari lembaga think tank International Crisis Group menilai perang Rusia-Ukraina berlangsung lama lantaran berbagai bantuan yang diberikan negara-negara Barat kepada Ukraina.
Aliansi Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) terus mengirimkan senjata canggih kepada Kyiv untuk membantu negara pecahan Uni Soviet itu bertahan dan melawan serbuan Rusia.
Bahkan, sejumlah negara NATO juga diklaim terus melatih pasukan Ukraina dan mendanai pemerintah Ukraina. Apalagi, kini NATO memiliki anggota baru yakni Finlandia yang artinya semakin banyak negara membantu persenjataan militer Kyiv.
"Uni Eropa tidak hanya mengoordinasikan bantuan militer ke Ukraina tetapi juga merambah ke pengadaan senjata yang lebih kooperatif, dengan tujuan ganda yaitu untuk membantu Kyiv dengan lebih baik dan memastikan kapasitasnya sendiri untuk menghalangi Moskow," tulis Crisis Group.
Meski Ukraina terus mendapatkan bantuan sekutunya, Rusia seolah tak peduli dan terus bertahan dengan berbagai persenjataannya sendiri maupun yang diduga disokong oleh Korea Utara.
Presiden Putin sejak dahulu percaya bahwa dukungan yang diberikan Barat untuk Ukraina akan berkurang seiring waktu. Kremlin meyakini bahwa jika mereka bisa bertahan, negara-negara Barat pada akhirnya akan memperlambat atau mengakhiri bantuan kepada Kyiv, serta memaksa Ukraina berdamai.
"Bahkan jika itu berarti Kyiv menyerahkan kedaulatan dan petak-petak wilayahnya," tulis Crisis Group.
Aksi ambil untung dari perang
Tak pelak, perang Rusia-Ukraini ini memberikan keuntungan kepada sejumlah negara terutama produsen senjata.
Sejumlah perusahaan produsen senjata tahun ini untung besar-besaran disebabkan perang Rusia-Ukraina dan invasi Israel ke Gaza. Berdasarkan laporan AFP, 100 besar produsen senjata di dunia meraup pemasukan hingga US$679 miliar atau setara (Rp11.304 triliun) tahun ini.
Sejumah peneliti mencatat perang di Ukraina hingga Jalur Gaza mendongkrak permintaan senjata gila-gilaan tahun lalu. Namun, kendala produksi ikut menghambat pengiriman.
Angka pemasukan 2024 tercatat 5,9 persen lebih tinggi dari tahun-tahun sebelumnya. Dalam rentang 2015-2024, pendapatan 100 produsen senjata teratas meningkat hingga 26 persen, berdasarkan catatan Institut Penelitian Perdamaian Internasional Stockholm (the Stockholm International Peace Research Institute/SIPRI).
"Tahun lalu, pendapatan senjata global mencapai level tertinggi yang pernah dicatat oleh SIPRI karena para produsen memanfaatkan tingginya permintaan," ujar Lorenzo Scarazzato, peneliti Program Pengeluaran Militer dan Produksi Senjata SIPRI, dalam sebuah pernyataan.