"Demonstrasi yang terjadi karena banyak warga Bulgaria marah, prospek mereka dan anak-anak mereka terhambat di negara termiskin Uni Eropa, tempat elit mafia bertindak di atas hukum dan memiliki kendali penuh atas perekonomian," demikian laman itu menulis.
Menurut survei, 80 persen warga Bulgaria melihat korupsi sebagai hal yang meluas, sementara lebih dari 70 persen secara umum mendukung protes tersebut.
Namun meluasnya korupsi di Bulgaria terjadi karena persekongkolan di antara para pemimpin politik, penegak hukum dan para pengusaha.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Para pemimpin pemerintahan, parlemen dan dan partai politik saat ini, punya sejarah dan kedekatan dengan dinas intelijen era komunis yang mengisi kekosongan kekuasaan di tengah perang wilayah berdarah pada tahun 1990-an.
Mereka merebut industri-industri nasional yang berharga dan menyelundupkan senjata serta narkotika.
Menurut politico.eu, tokoh utamanya adalah pegulat dan mantan agen keamanan negara, Iliya Pavlov, yang menjalankan sebuah konglomerat bernama Multigrup. Ia tewas ditembak oleh penembak jitu pada tahun 2003, namun pengaruh dan orang-orangnya masih berkuasa hingga sekarang dan masih memiliki pengaruh besar.
Mantan PM Bulgaria (2009-2013) Boyko Borisov misalnya. Ia adalah sosok politikus pemimpin Partai GERB (Warga Negara untuk Pembangunan Eropa Bulgaria). Di masa mudanya dikenal sebagai preman tangguh, juara karate, dan pengawal mantan diktator Komunis Todor Zhivkov.
Para demonstran pada 2020 menuduhnya sebagai pendukung utama mafia di negara itu.
Ada pula sosok Delyan Peevski, seorang politikus terkemuka pemimpin partai Gerakan untuk Hak dan Kebebasan (DPS), sebuah partai politik yang meraih posisi kedua dalam pemilihan parlemen, memenangkan 47 dari 240 kursi.
Tak ada yang tahu di mana di tinggal, karena pria berusia 45 tahun ini lebih memilih datang ke gedung parlemen dengan iring-iringan SUV lapis baja hitam, dikawal oleh puluhan pengawal.
Selain sebagai pemimpin politik, Peevski juga dikenal sebagai taipan media dan dekat dengan sejumlah petinggi dan pengusaha.
Pada tahun 2018, Reporters Without Borders yang berbasis di Paris mengatakan bahwa Peevski mewujudkan "korupsi dan kolusi antara media, politisi, dan oligarki," tuduhan yang dibantah oleh Peevski, dengan mengatakan bahwa lawan-lawan politik domestiknya menekan kelompok hak asasi manusia internasional untuk memasukkannya dalam laporan mereka.
Korupsi di Bulgaria hingga ke aparat penegak hukum. Pada 2023 silam, Jaksa Agung Bulgaria Ivan Gashev dipecat oleh Presiden Bulgaria Rumen Radev 2023. Alasannya, Geshev gagal memberantas korupsi bahkan sang jaksa agung sendiri dituding terlibat dalam pemerasan.
Sebelum pemecatan terjadi, Geshev berseteru dengan wakilnya yang juga Kepala Departemen Investigasi Sarafov.
Sarafov telah mengajukan pengaduan resmi terhadap Geshev ke Kantor Kejaksaan Sofia, menuntut penyelidikan mendesak atas serangkaian kejahatan yang diduga dilakukan sang jaksa agung. Ia juga menuntut pemecatan Wakil Kepala Departemen Investigasi Yasen Todorov di hadapan Dewan Yudisial Tertinggi (SJC).
Sebelumnya, pada 12 Mei 2023, enam anggota dari 11 anggota Majelis Jaksa SJC menuntut pemecatan Geshev dari jabatannya, dengan alasan "pelanggaran serius atau kegagalan sistematis dalam melaksanakan tugas resmi, serta tindakan yang merusak prestise lembaga peradilan" (Pasal 129(3), poin 5 Konstitusi Bulgaria ).
Tapi Geshev tak mau disalahkan sendirian, sebelum dipecat dia berkoar-koar bahwa sudah saatnya untuk "membersihkan sampah politik di parlemen", yang secara tidak langsung melibatkan mantan Perdana Menteri Boyko Borissov.
Selama sidang Pleno Mahkamah Agung Bulgaria pada 18 Mei 2023, Geshev menyatakan bahwa jika proses hukum terhadapnya dibuka, ia akan mengungkapkan informasi yang akan membuat beberapa anggota Mahkamah Agung Bulgaria "malu".
Media Bulgaria menyebut, ancaman buka mulutnya terkait dengan informasi kekayaan para hakim di Mahkamah Agung Bulgaria yang tidak wajar.
(imf/bac)